SURABAYA, Tugujatim.id – Ketahanan pangan menjadi masalah sosial di setiap negara. Apalagi Indonesia saat berada di musim kemarau. Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr Muryani memberikan solusi isu ketahanan pangan lewat food estate.
Dalam catatan Muryani, tiga tahun terakhir impor beras di Indonesia meningkat 5-14 persen setiap tahun. Belum lagi dengan adanya peniadaan subsidi pangan dan benih sampai pupuk terus menurun. Hal itulah yang menjadikan food security atau ketahanan pangan menjadi isu nasional.
Di Indonesia, masalah ketahanan pangan semakin memuncak ketika pada 2015 perang Rusia-Ukraina terjadi. Ditambah pandemi Covid-19, membuat keadaan semakin runyam.
Muryani menjelaskan, food estate dapat menjadi solusi untuk menangani masalah ketahanan pangan. Food estate adalah konsep pertanian dengan skala lebih luar dengan 25 hektare tanah berintegrasi dengan iptek, manajemen modern, modal, dan organisasi.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memasukkan masalah ketahanan pangan menjadi salah satu program unggulan. Mengingat memiliki dampak yang luar biasa. Pada 2030, Indonesia ditargetkan pada penurunan Net Zero Emision hingga 14 persen.
“Melalui integrasi pembangunan ketahanan pangan dan gizi diharapkan kebutuhan pangan secara nasional atau perseorangan dapat terpenuhi. Disebut terpenuhi bila tersedianya pangan secara cukup, memenuhi kebutuhan gizi, merata, dan terjangkau,” katanya pada Kamis (26/10/2023).
Meski berdampak positif, Muryani mengatakan, food estate juga berdampak negatif, salah satu yang merusak lahan di tahun-tahun mendatang. Karena itu, food estate membutuhkan lahan luas hutan konservasi dan gambut.
“Kerusakan yang muncul nantinya berkaitan dengan kegunaan lahan gambut sebagai pengatur tata air, menyerap karbon, dan habitat hayati,” ucap gubes asal FEB tersebut.
Alumnus Australian National University tersebut mengatakan, program yang dia usung sangat relevan dalam mewujudkan ketahanan pangan di sebuah negara.
Meski memiliki dampak negatif, Muryani menawarkan tujuh solusinya. Pertama revitalisasi lahan tidur, kedua pengintensifan lahan pertanian dengan teknologi. Ketiga, konsistensi subsidi tanaman pangan, keempat penggalakan diversifikasi pangan.
Kemudian kelima adanya peraturan perundang-undangan perlindungan hutan, keenam pengendalian jumlah dan kebutuhan pangan penduduk. Terakhir, pembenahan tata kelola pangan.
“Intinya, ketahanan pangan lewat food estate harus diupayakan tanpa memberi dampak negatif pada lingkungan. Ini bisa dilakukan dengan melakukan pengkajian strategi kebijakan yang efektif dan efisien dengan mendudukkan semua stakeholders,” bebernya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati