SURABAYA, Tugujatim.id – Sandwich generation merupakan istilah yang dipakai untuk menjelaskan situasi ‘terhimpit’ secara kewajiban hidup pada dua generasi. Yakni generasi atas dan generasi bawah.
Situasi tersebut amat potensial membuat subjek yang terhimpit menjadi stres, tertekan, depresi dan mengarah ke kesehatan mental hingga kejiwaan personalnya.
Untuk mengatasi dan menutus situasi ‘terhimpit’ itu, Nurul Hidayati MPsi Psikolog selaku Psikolog Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan pegiat akademisi sebagai Dosen Fakultas Psikologi di Universitas 45 Surabaya berupaya memaparkan melalui perspektif psikologi.
Mengajarkan Kemandirian pada Anak-Anak dan Pemahaman ‘Care-giving’ untuk Kakek-Neneknya
Nurul menyebut bahwa perlu adanya keterlibatan dari berbagai pihak agar situasi semacam itu lebih ‘balanece’ dan tidak memberatkan salah satu pihak saja. Seperti, jelas Nurul, mengajarkan anak-anak terkait kemandirian dan kedewasaan dalam ‘care-giving‘ pada generasi di atasnya.
“Mau nggak mau, semua pihak harus kita libatkan, ya. Supaya lebih ‘balance’ dan berkurang tekanan dan ketidaknyamanan. Anak-anak kita ajarkan, kita dampingi, kita pahamkan untuk lebih mandiri. Bahkan untuk ambil bagian dalam ‘care-giving‘ terhadap kakek-neneknya,” terangnya, Jumat (25/06/2021).
Perlu Terbuka, Saling Support, Memahami dan Membantu Satu Sama Lain
Di sisi lain, Nurul menegaskan bahwa perlunya kesehatan komunikasi dan ekspresi bantuan nyata di kehidupan sehari-hari. Karena hal itu, jelas Nurul, dalam membawa suasana nyaman dan empatik di dalam keluarga.
Apabika tidak melakukan hal tersebut, imbuh Nurul, situasi rumah dan keluarga bakal menjadi tertekan, stress, dan tidak ideal dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sehingga amat berbahaya bila tidak memoles komunikasi dengan baik.
“Ekspresi kasih sayang, bukan hanya ungkapan hati dan kata-kata, namun terekspresikan dalam bantuan dan tindakan nyata keseharian. Komunikasi dalam keluarga perlu diperhatikan betul. Harus terbuka, lancar, empatik, saling memahami, saling support. Karena kalau tidak demikian, rumah bisa jadi amat ‘stress’. Amat nggak nyaman,” bebernya.
Sisihkan Waktu untuk Rehat, Rekreasi, Olahraga atau Mengerjakan Hobi
Di samping itu juga perlu upaya untuk manajemen emosi dengan baik. Nurul memaparkan dengan cara melakukan hobi mingguan, rekreasi, olahraga, atau istirahat terlebih dahulu dari situasi yang membuat tertekan. Hal itu, jelas Nurul, dapat dipakai untuk manajemen emosi.
“Perlu meluangkan waktu untuk ‘recharge’ energi, melakukan kegiatan ‘self-care’, melakukan olahraga, rekreasi, hobi juga perlu disempatkan. Sehingga emosi termanajemen dengan baik. Kalau diperlukan, jangan ragu untuk mencari ‘support-group’, dan bantuan,” bebernya.
“Misalnya dari saudara, tetangga atau lembaga profesional penyedia jasa layanan terkait lansia. Ada yang dalam waktu panjang, singkat atau bahkan harian. Upaya pencegahan juga bisa kita lakukan,” imbuhnya.
Menjaga Keseimbangan Hidup, Kesehatan dan Asuransi untuk Hari Tua
Menjaga kesehatan hidup dan ‘balance‘ diperlukan agar diri secara personal dapat terjaga dengan baik. Nurul menegaskan perlu juga menyiapkan asuransi, agar anak-anak nanti tidak terjebak dalam ‘sandwich generation’ berkelanjutan.
“Dengan menjaga kesehatan kita sebaik-baiknya, rajin olahraga, memperhatikan asupan makanan dan pikiran, memanajemen emosi dengan baik, menjaga irama hidup yang sehat dan ‘balance’, memiliki asuransi kesehatan, dan sebagainya. Dengan harapan, ketika tiba saatnya kita jadi lansia, nggak membuat anak-anak dalam posisi ‘sandwich generation’,” jelasnya.
Kendati Sudah Diantisipasi, Kadang Masih Terjadi ‘Sandwich Generation’
Kegiatan semacam itu juga bertujuan agar diri secara personal tidak memberatkan anak-anak atau orang tua kita. Nurul memaparkan bahwa kendati hal itu sudah diantisipasi, kadang masih saja ada yang terjebak dalam ‘sandwich generation‘, karena situasi itu sudah ada di dalam budaya bangsa Indonesia.
“Namun, tentu saja, kadang hal tersebut bisa terjadi meski kita telah mengantisipasi dan mencegah. Budaya kita yang suka berkumpul rame-rame dalam satu atap, misalnya. Atau anak-anak juga menginginkan memperoleh kebaikan atau pahala dengan merawat orang tuanya, dan sebagainya,” pungkasnya.
Mengenal Apa Itu Sandwich Generation dan Faktor Penyebab Kemunculannya