MALANG, Tugujatim.id – Dalam konflik perselisihan antara bos dan pegawai di The Nine House Kitchen Alfresco Malang yang viral waktu lalu, mencuat kabar bahwa di kelab resto besar itu menyimpan kisah angker tersendiri bagi pegawainya. Konon di sana ada ruangan yang terkenal disebut “Ruang Eksekusi”.
Nama ruangan ini mencuat dari pengakuan korban yang dianiaya di ruangan tersebut. Sekian waktu bergulirnya kasus ini, hingga akhirnya membuat publik bertanya-tanya. Seperti apakah ruangan itu, apa seangker namanya?
Menjawab hal itu, pihak manajemen mengajak Tugumalang.id, partner Tugujatim.id, untuk melihat sendiri ruangan yang dinamai “Ruang Eksekusi” itu. Namun, ruangan yang ditunjukkan rupanya jauh dari kesan angker seperti namanya.
”Aslinya, ini ruangan manajemen. Bukan ruang eksekusi seperti yang dikatakan saudari Mia,” tutur Kuasa Hukum The Nine House Indri Hapsari membuka pintu ruangan ini.
Sebelum memasuki ruangan, terlebih dulu harus melewati serangkaian jalan lorong. Hingga kemudian sampai di suatu hall dan di sisi kanan ada jalan lorong lagi sebelum menuju ruangan manajemen ini.
Ruangan ini persisnya terletak di lantai 2 di bagian gedung depan. Sekeliling ruangan pun ada kaca transparan sehingga orang umum pun bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan. Hanya ada kursi panjang cukup untuk 10-12 orang.
Seperti dikatakan kuasa hukum korban Mia Trisanti, 36, Leo A. Permana, dia mempersoalkan muasal adanya ruang bernama “Ruang Eksekusi” di kelab besar tersebut. Dari pengakuan korban, ruang itu terkenal angker di kalangan pegawai karena jadi ruang interogasi.
”Di sana, menurut korban, ruang ini memang terkenal untuk mengeksekusi para pegawai yang jika ada kesalahan disuruh masuk ke sana, kemudian ditekan hingga ditanya-tanyai seperti yang dialami korban ini. Artinya apa dong ruangan itu,” kata dia, belum lama ini.
Namun, menurut Indri, itu tidaklah benar. Ruangan ini lebih banyak difungsikan untuk pertemuan antar internal manajemen. Menurut Indri, di ruangan ini juga bebas keluar masuk tanpa ada pengawalan ketat dari penjaga.
Malam kejadian itu, Indri mengisahkan, ada banyak staf yang berkumpul duduk di sofa ruangan ini dalam rangka proses audit keuangan internal. Mulai dari tim audit, manajer, staf marketing, bagian purchasing dan juga bosnya, Jefrie serta istrinya hadir duduk di sofa itu.
Saat itu manajemen mencurigai ada ketidakwajaran dalam notulensi keuangan yang dilaporkan korban terkait nota invoice yang diduga palsu, dirancang korban sendiri untuk me-markup harga. Di situ, ponsel korban, dia mengatakan, diminta baik-baik untuk pemeriksaan.
”Jika ada pengeroyokan atau penyekapan, jelas ada banyak saksi yang tahu. Tapi buktinya tidak ada, kamera CCTV mati, saksi dari saudari Mia juga tidak begitu kuat soal (pengeroyokan) ini. Jadi, tidak mungkin ada penganiayaan. Apa yang berkembang di luaran itu mengada-ngada,” kata Indri.
Di ruangan itu, Indri melanjutkan, tidak mungkin terjadi pengeroyokan hingga penyekapan karena adalah ruang terbuka. Terlebih, bos The Nine House sendiri masih dalam perawatan pasca operasi punggung.
”Hanya memang saudara MT (petugas sekuriti) yang agak emosi,” tambahnya.
Intinya, apa yang disampaikan terlapor selama ini di publik tidaklah benar. Dia mengatakan, tidak ada saksi yang mengakui secara jelas kebenaran apa yang dikatakan oleh korban.
”Semua fakta kebenarannya nanti akan kami beber di pengadilan,” tegasnya.
Lebih jauh, dia juga akan melayangkan surat penangguhan penahanan Jefrie yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolresta Makota.
”Iya, sedang kami upayakan karena kondisi beliau sedang tidak baik pasca operasi punggung. Ada riwayat stroke ringan dan kolesterol, kami masih nunggu ACC dari polisi,” tambahnya.