SURABAYA, Tugujatim.id – Batal konferensi pers, awak media dilarang memasuki area Fakultas Kedokteran Kampus A Unair, Jalan Prof Dr Moestopo, Surabaya, Senin (08/07/2024).
Sebagai informasi, sebelumnya Prof Budi Santoso atau Prof BUS bersama Tim Advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan oleh KIKA (Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik) mengundang awak media untuk konferensi pers.
Rencananya, konferensi pers tersebut digelar di Kampus A Fakultas Kedokteran Unair, Jalan Prof Dr Moestopo, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, pukul 16.00 WIB usai Prof BUS dan Tim Advokasi menyerahkan surat keberatan pemberhentian di Kantor Rektor Unair Kampus C.
Di Unair Kampus C, Prof BUS meminta agar awak media untuk menunggu di Kampus A. Sebab, dia akan memberikan pernyataan di fakultas kedokteran.
Namun, saat Tugujatim.id memasuki area Kampus A, salah satu pegawai menghalangi masuk dan meminta agar menunggu di luar gerbang.
“Mohon nunggu di luar ya, kami cuma menjalankan perintah atasan,” katanya kepada Tugujatim.id.
Belasan pihak aparat pun melakukan pengamanan kekat. Baik di Kampus C maupun Kampus A.
Setelah itu, Prof BUS yang memarkirkan mobil di dalam fakultas, langsung menemui awak media di luar gerbang untuk memberikan pernyataan.
Pengacara Publik LBH Surabaya Jauhar Kurniawan mengatakan, tidak ada intimidasi apa pun dari pihak mana pun, termasuk Majelis Wali Amanat (MWA) Unair Surabaya.
“Kami tidak merasa dapat hal-hal seperti itu, tidak ada intimidasi. Semuanya berjalan lancar. Kami tidak mendapat halangan apa pun,” ucap Jauhar.
Sebagaimana diketahui, Prof BUS diberhentikan oleh Unair Surabaya sebagai dekan FK sejak Rabu (03/06/2024). Diduga, pemberhentian jabatan tersebut dikarenakan Prof BUS menolak kebijakan Kemenkes terkait praktik dokter asing di Indonesia.
Keputusan Unair tersebut menyita perhatian publik hingga muncul dukungan untuk Prof BUS dengan tagar #SaveProfBUS dari jajaran dekanat, akademisi, dan mahasiswa FK Unair Surabaya hingga masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati