MALANG, Tugujatim.id – Stunting merupakan permasalahan kesehatan global dan menjadi isu prioritas nasional. Hasil Riskesdas Indonesia pada 2018 menunjukkan bahwa kejadian stunting masih mencapai nilai 30,85 persen. Data SSGI pada 2022 prevalensi stunting di Jawa timur adalah 19,2 persen.
Target prevalensi stunting 2022 di Jawa Timur adalah sebesar 18,4 persen, sementara prevalensi stunting di Kabupaten Malang masih sebesar 23 persen, sehingga belum memenuhi target yang ditetapkan.
Demikian kata Bidan Desa sekaligus Ketua Tim Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang (UM), Zumroh Hasanah SKeb Bd.

Data ini, terangnya, berdasarkan laporan Kemenkes RI 2018 dan Kadinkes Provinsi Jawa Timur 2023, dalam penelitian berjudul “Efektifitas Pendampingan Pola Makan dan Pola Asuh Pada Balita Stunting Di Desa Senggreng Kabupaten Malang”.
Kegiatan ini dimulai sejak Juni 2023. Tak sendiri, Zumroh Hasanah didampingi oleh timnya yang terdiri dari Alifia Candra P SKeb Bd MKes dan Dessy Amelia SKeb Bd MKes. Ketiganya adalah Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UM yang juga Penerima Hibah PPM Sumber Dana Non APBN UM 2023.
Di samping itu, ada pula peran mahasiswa yakni Dinda Farida Putri Bahari, Mazroatul Khoiro Ummah, dan Ghoffar Robby Oktaviano.

Zumroh Hasanah menyampaikan, peneitian tersebut dilakukan untuk mengetahui efektifitas pendampingan pola makan dan pola asuh melalui pemberdayaan kader terhadap kejadian stunting pada anak berisiko stunting usia 6-24 bulan di Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa prevalensi stunting di Desa Senggreng sejumlah 36 balita di tahun lalu.
Menurut Zumroh Hasanah, penyebab terjadinya stunting di Desa Senggreng di antaranya adalah pola asuh dan pola makan balita yang kurang baik. “Pola asuh balita dari orang tua sangat menentukan kesehatan, utamanya berkaitan dengan pemenuhan gizinya. Pola asuh yang kurang baik menyebabkan pola makan yang tidak memenuhi gizi seimbang,” jelasnya.
Selain untuk membantu penurunan stunting dengan intervensi dari hasil penelitian ini, lanjutnya, juga untuk mengetahui efektivitas pendampingan pola makan dan pola asuh melalui pemberdayaan kader terhadap kejadian stunting pada anak berisiko stunting usia 6-24 bulan.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, pendampingan gizi pada penelitian ini dilakukan selama enam bulan dengan intervensi gizi spesifik melalui peningkatan kapasitas dan pendampingan kader.
“Peningkatan kapasitas kader kami lakukan melalui kegiatan penyuluhan dan demonstrasi mengenai pola asuh dan pola makan yang dikemas dalam 16 materi dengan harapan melalui pendampingan gizi yang dilakukan oleh kader sebagai kegiatan lanjutan, maka ibu yang memiliki anak stunting maupun berisiko stunting mampu melakukan pengasuhan yang baik untuk pemulihan status gizi anak.” terangnya.
Sementara Alifia Candra menambahkan, kegiatan peningkatan kapasitas kader dibuka oleh Kepala Desa Senggreng. Kegiatan juga berlangsung interaktif.
Diskusi berjalan dengan beberapa pertanyaan dan berbagi beberapa pengalaman serta kendala lapangan oleh para kader Pemburu Stunting Desa Senggreng. Kemudian, dilanjutkan dengan pendampingan kader melalui grup WhatsApp.
“Juga dengan cara seperti ini pula, berharap kepada kader kesehatan di desa untuk terus berupaya sebaik mungkin dan mampu menggali dan mengenali permasalahan yang dihadapi ibu. Sehingga kader mampu membantu ibu dalam memahami permasalahan dan upaya pencegahan serta penanggulangan stunting,” harapnya.
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Lizya Kristanti