MALANG – Wisata Air Terjun Banyu Anjlok di Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang telah masuk dalam Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2020 dalam kategori surga tersembunyi terpopuler.
Hal tersebut melatari tugumalang.id (Grup Tugu Jatim) penasaran dan ingin merasakan dan melihat sendiri bagaimana bentuk surga tersembunyi di Malang Selatan ini.
Menempuh perjalanan dari Kota Malang pukul 08.30 menuju Desa Purwodadi, jalanan masih normal-normal saja sampai memasuki Kecamatan Dampit.
Namun, saat memasuki Kecamatan Tirtoyudo, jalanan rusak dan sempit dibarengi curamnya tanjakan serta tutunan diikuti banyak tikungan tajam. Belum lagi jurang tinggi di sisi kanan dan kiri mewajibkan kami berkonsentrasi penuh.
Total butuh sekitar 2 jam setengah sampai kami tiba di pintu masuk Desa Purwodadi. Dan disambut oleh warga yang ramah sambil diberikan sajian ikan goreng.
Sekitar pukul 13.00 WIB kami akhirnya memutuskan berangkat menuju Air Terjun Banyu Anjlok dengan menaiki perahu di Pantai Lenggoksono.
Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Bowele (Bolu-bolu, Wedi Awu dan Lenggoksono), Mukhlis dan Sekretaris Desa Purwodadi, Fajar Sidiq beberapa kali mengatakan jika ombak hari ini sedang kecil-kecilnya.
Tapi sayangnya, ombak kecil itu menurut sudut pandang para orang-orang lokal di sana. Sangat berbeda bagi orang-orang kota yang bahkan pertama kali menaiki perahu nelayan.
Ternyata perkiraan kami tidak sepenuhnya benar, para pengemudi perahu bisa melewati guncangan ombak dengan mudah. Jalur tersebut memang ekstrim, tapi entah bagaimana justru terlihat menyenangkan.
Sesampainya di Air Terjun Banyu Anjlok, benar-benar itu adalah surga tersembunyi. Tempat ini begitu unik, bagaimana air terjun bisa berada tepat disebelah pantai, membuat tabrakan antara air sungai dan air laut.
Lalu ada sebuah kolam alami yang mirip jacuzzi alami yang menghadap langsung ke bibir pantai. Benar-benar kolam yang tepat untuk melunturkan kepenatan kerja selama berbulan-bulan.
Mukhlis mengungkapkan jika air terjun ini sebenarnya sudah sejak dulu diketahui warga, tapi baru 2012 terekspos media.
“Banyu Anjlok itu unik, karena ada air terjun bertingkat setinggi 12 meter, ada goa dan di atas air terjun kolam alami. Biasanya wisatawan cliff jump, karena di sana airnya segar,” ungkapnya pada Jumat (14/08/2020).
Bahkan, Mukhlis berujar jika Banyu Anjlok sudah terkenal sampai ke mancanegara.
“Wisatawan dari seluruh Indonesia biasanya datang mulai dari Jakarta, Surabaya sampai Kalimantan. Bahkan sampai mancanegara juga seperti Eropa, Australia dan beberapa negara lainnya,” paparnya.
Wisatawan sebenarnya bisa memilih 2 titik kumpul menuju Banyu Anjlok, bisa lewat Pantai Wedi Awu atau Pantai Lenggoksono.
“Kalau dari Pantai Lenggoksono, satu orang Rp 60.000,- bisa mampir di Teluk Kletakan untuk snorkeling dan diving. Lalu, ke Pantai Bolu-bolu dan rumah apung sebelumnya sampai ke Air Terjun Banyu Anjlok,” bebernya.
“Bisa juga naik ojek dengan harga Rp 50.000,- per orang, ini sebagai alternatif jika ombak sedang pasang,” sambungnya.
Puas bermain dan berenang di Banyu Anjlok selama 2 jam, kami memutuskan kembali ke Pantai Lenggoksono untuk kembali pulang.
Tidak seperti sebelumnya, ombak tiba-tiba menjadi semakin tinggi seolah tak mengijinkan kami pulang.
Alhasil, ada satu ombak yang menyapu perahu dan membuat perahu kami standing hampir 50 derajat. Syukur perahu tidak sampai terguling dan kamera kami tidak basah oleh air laut.
Namun, alih-alih kapok kembali mengunjungi Bowele, kejadian tersebut justru semakin membuat kami penasaran bagaimana ombak saat pasang sebenarnya.
Sesampainya di Pantai Lenggoksono, Mukhlis kembali bercerita bagaimana warga desa benar-benar berharap perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
“Karena jalan dari Sumbertangkil sampai Pujiharjo jalannya rusak, lalu dari Pantai Lenggoksono ke Desa Purwodadi sekitar 500 meter juga jalannya masih bebatu. Jalannya juga masih sempit, sehingga sulit kalau ada mobil papasan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, hasil voting dari masyarakat untuk memenangkan API Award sangat berarti bagi warga Desa Purwodadi.
“API Award ini sangat berpengaruh, karena dulu Bowele (Bolu-bolu, Wedi Awu dan Lenggoksono) pernah masuk sebagai pantai untuk selancar terpopuler 2017. Padahal cuma masuk 5 besar membuat surfing jadi ramai, karena perhatian tertuju pada kita,” bebernya berharap.
Ditambah ritme kunjungan di Banyu Anjlok kini menurun kembali meskipun sempat viral. “Mungkin karena banyak faktor seperti akses yang sulit, sehingga wisatawan tidak mau kembali,” ungkapnya.
“Jadi, dengan masuknya API Award ini harapannya perhatian pemerintah untuk akses itu tadi bisa diutamakan,” tukasnya.
Sementara Kepala Desa Purwodadi, Marsi juga mengharapkan dukungan dari warga masyarakat agar Banyu Anjlok bisa memenangkan API Award 2020. “Saat ini posisinya masih di peringkat 3, semoga nantinya bisa mendapatkan posisi pertama,” ucapnya.
Sehingga seandainya wisata Banyu Anjlok ini meledak, pemerintah desa bosa meminta agar dilakukan pelebaran jalan pada Pemkab Malang. “Karena wisata di sini sudah dikenal di Indonesia, dan penggemarnya sudah banyak,” ujarnya.
“Nantinya kita akan terus melakukan koordinasi dengan Bapak Bupati, Bina Marga dan Cipta Karya untuk akses jalan ini,” imbuhnya.
Pemerintah desa sendiri sudah memberikan dukungan dengan menganggarkan Rp 200 juta untuk pembentukan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
“Supaya seluruh wisata di Bowele bisa dirangkul semua, karena belakangan ini mereka ingin jalan sendiri-sendiri. Tapi, dengan sepinya wisatawan ini mereka jadi menyadari jika kita tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Marsi menegaskan jika wisata di Bowele ini setiap bulan harus ada peningkatan. “Kalau kita ingin mendatangkan pengunjung banyak bisa juga dengan dipicu inovasi-inovasi seperti budidaya koi atau susu kedelai dari karangtaruna,” tutupnya.
Reporter: Rizal Adhi Pratama
Editor: Gigih Mazda