SIDOARJO, Tugujatim.id – Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Iqbal Felisiano mengingatkan masyarakat Sidoarjo untuk lebih seletif dalam memilih calon kepala daerah pada Pilkada 2024 nanti.
Pasalnya, tiga bupati sebelumnya, Wan Hendrarso (2000-2010), Saiful Ilah (2010-2020) dan Ahmad Muhdlor Ali (2021-2024) terjerat kasus korupsi dan gratifikasi.
Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Iqbal Felisiano, mengatakan kasus korupsi beruntun ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Sidoarjo.
“Mengenai track record beberapa Bupati Sidoarjo yang terjerat korupsi dan gratifikasi, tidak hanya sebatas di Sidoarjo saja,” katanya saat dihubungi Tugujatim.id pada Rabu (17/4/2024)
Sehingga, dia berharap di Pilkada mendatang tepatnya 27 November 2024, masyarakat bisa bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi.
“Menurut saya perlu kesadaran bersama dan kolaborasi yang baik antara masyarakat dengan aparat penegak hukum baik dalam konteks pencegahan maupun pemberantasan korupsi dari hulu hingga hilir,” ujar akademisi yang konsen terhadap hukum anti korupsi tersebut.
Sehingga menjelang November 2024 nanti, masyarakat harus memiliki kesadaran tinggi dan selektif dalam memilih calon kepala daerah.
“Seperti contohnya, dalam pemilihan kepala daerah, konstituen perlu lebih jeli dalam memilih pemimpin yang berintegritas, ikut serta secara aktif mengawal dan melaksanakan hak masyarakat dalam peran serta masyarakat sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 41 UU Tipikor dan sebagainya,” tandasnya.
Ahmad Muhdlor Ali ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (16/04). Ia diduga memotong insentif ASN sebesar 10 Persen hingga 30 persen hingga terkumpul Rp2,7 Miliar.
Sementara Win Hendrarso Bupati Sidoarjo 2000-2010 divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta atau subsider enam bulan kurungan karena terbukti korupsi kas daerah (Kasda) Kabupaten Sidoarjo senilai Rp2,4 miliar. Saiful Ilah terbukti menerima suap senilai Rp200 juta dari pengusaha rekanan dan pejabat daerah. Selain itu dia juga menerima kasus gratifikasi senilai Rp44 miliar dari kepala desa, camat, kepala dinas, hingga pengusaha selama menjabat 10 tahun.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Darmadi Sasongko