BOJONEGORO, Tugujatim.id – Maraknya pernikahan dini di Kabupaten Bojonegoro membawa kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah kabupaten. Untuk itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Bojonegoro menyebut pernikahan dini bisa dicegah melalui lingkungan terdekat, yaitu keluarga.
Di Bojonegoro, terhitung dalam kurun waktu tiga tahun, tren pemohon dispensasi nikah (diska) merangkak naik. Pada 2019, sebanyak 199 pemohon mengajukan dispensasi kawin, sementara pada 2020 naik drastis menjadi 617 pemohon. Sedangkan data hingga Mei 2021, berjumlah 302 pemohon.
“Jika dilihat dari persentase tingkat pendidikan, baik itu pada 2020 dan 2021, 60 persen pemohon diska dari tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Sementara dari sisi pekerjaan, 70 persen belum bekerja. Sedangkan 45 persen usianya 18 tahun,” jelas Kepala DP3AKB Anik Yuliarsih dalam sosialisasi pencegahan pernikahan dini di Balai Desa Bumiayu, Kecamatan Baureno, Selasa (15/06/2021).
Anik melanjutkan, akibat dari pernikahan dini jika dilihat dari sisi ekonomi, bisa terjadi pekerja anak dengan upah yang rendah. Lalu jika dilihat dari sisi kesehatan, risiko tinggi melahirkan, yaitu rawan terjadi kematian ibu atau anak, rawan stunting, rawan KDRT, dan rawan perceraian.
“Angka kematian ibu di Bojonegoro ranking 2 se-Jawa Timur, sementara angka kematian bayi masuk 10 besar terbawah, dan kasus stunting juga masih ada,” terang Anik.
Untuk itu, selain peran keluarga dalam mencegah pernikahan dini, juga sosialisasi dari RT/RW sangat penting.
“Disepakati bersama jika perempuan menikah di atas usia 21 tahun dan laki-laki di atas 25 tahun. Hal tersebut diharapan dapat meningkatkan kualitas anak,” ujar Anik.
Jika kedua orang tua sama-sama matang secara pemikiran dan usia, dapat mengasuh anak dengan tepat, maka bisa menurunkan angka jumlah pekerja anak dan naiknya indeks pembangunan manusia (IPM), khususnya pemberdayaan perempuan, meningkatkan status gizi anak, turunnya angka stunting, serta meningkatkan partisipasi sekolah.