MALANG, Tugujatim.id – Pergerakan bisnis start up yang berbentuk fintech di Indonesia terus mengalami perkembangan yang pesat.
Bersumber pada World Bank, pengguna fintech yang awalnya 7 persen di 2007, berkembang menjadi 20 persen di 2011, kemudian meningkat menjadi 36 persen di 2014, dan di 2017 kemarin sudah menginjak angka 78 persen atau tercatat sebanyak 135-140 perusahaan, dengan total nilai transaksi fintech di Indonesia pada 2017 diperkirakan mencapai Rp202,77 triliun.
Atas dasar inilah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang (FEB Unisma) menggandeng Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) sebagai mitra kerjasamanya untuk mengelar Focus Gorup Discussion (FGD) bertajuk “Riving Economic Growth and Financial Stability Through The Digital Finance and Fintech” pada 14 Agustus 2023 dengan menghadirkan Moh Handika Surbakti dari AFSI.
Acara yang diikuti oleh dosen FEB Unisma ini dibuka oleh Dekan FEB Unisma, Nur Diana SE MSi yang mengatakan bahwa perkembangan fintech di Indonesia dan dunia global semakin cepat, apalagi saat ini telah berkembangan fintech syariah merupakan layanan atau produk keuangan yang menggunakan teknologi dengan basis skema syariah.
Kata dia, kemunculan fintech syariah di Indonesia merupakan respons terhadap perkembangan perusahaan fintech konvensional yang menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.
Layanan fintech syariah di Indonesia diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
“Fintech syariah mempromosikan keuangan yang bertanggungjawab secara etis dan menghadirkan peluang untuk memimpin dan mempengaruhi semua bentuk keuangan secara global,” ucap Diana.
Kata dia, pertumbuhan fintech syariah menunjukkan angka yang positif dari waktu ke waktu. Merujuk pada Global Fintech Islamic Report 2021, layanan fintech syariah di Indonesia berada pada urutan kelima. Dalam laporan tersebut, pasar fintech syariah di Indonesia maupun global menunjukkan pertumbuhan fintech syariah memiliki potensi dan peluang yang sangat besar, mengingat negara ini mempunyai penduduk muslim terbesar di dunia.
“Banyak kaum muda mulai aware terhadap transaksi syariah juga menjadi kesempatan yang menjanjikan bagi pasar fintech di Indonesia. Namun fintech syariah juga menghadapi permasalahan dan tantangan dalam perkembangannya, antara lain yakni masih kurangnya instrumen kebijakan yang mengatur proses kerja, ketersediaan sumber daya manusia, risiko keamanan yang tinggi, dan belum menjangkau ke konsumen kelas bawah,” ucapnya.
Lebih Lanjut, Diana menegaskan bahwa kerja sama dengan AFSI dapat memberi perubahan signifikan dari berbagai aspek tridarma pendidikan tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengbadian masyarakat yang terkait fintech syariah.
“Hasil penelitian dapat dijadikan pijakan bagi pengambil kebijakan di lingkungan fintech syariah bahkan pemerintah untuk memberikan rekomendasi membuat kebijakan yang adil dan merata,” ucapnya.
Diana juga berharap selama ini pihak AFSI bisa lebih intensif menjadi narasumber dalam kuliah praktisi maupun program yang menguatkan ilmu fintech syariah, baik dari sisi teoritik maupun praktik.
Sementara Moh Handika Surbakti menjelaskan bahwa kehadirannya di FEB Unisma dalam rangka implementasi kerja sama yang dikemas dalam program AFSI Academic Partner yang merupakan program kerja sama pendidikan dan pelatihan antara perguruan tinggi dengan AFSI.
“Kerja sama ini diperuntukkan bagi instansi akademik yang ingin membekali civitas akademikanya dengan kompetensi di bidang fintech syariah. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan literasi fintech syariah,” jelasnya.
Menurutnya, tingginya pertumbuhan fintech secara nasional dan global tidak luput dari pesatnya dukungan inovasi teknologi keuangan. “Inovasi dan teknologi keuangan dapat meningkatkan inklusi keuangan. Inovasi dan teknologi keuangan dianggap dapat melewati masalah struktural dan infrastruktur yang ada,” pungkasnya.(ads)
Editor: Lizya Kristanti