News  

Filosofi Bamboo Dome di KTT G20 Bali, Tempat Jamuan Estetik dan Tahan Gempa

Bamboo Dome di KTT G20 Bali. (Foto: Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden/Tugu Jatim)
Keestetikan bambu Dome di KTT G20 Bali saat jamuan makan siang pada Selasa (15/11/2022). (Foto: Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

BALI, Tugujatim.id – KTT G20 di Bali telah menginjak hari kedua yang diselenggarakan di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Rabu (16/11/2022). Sehari sebelumnya, keistimewaan jamuan makan siang tersaji di Bamboo Dome di KTT G20 Bali, tepatnya di Apurva Kempinski, Nusa Dua Bali, Selasa (15/11/2022).

Lokasi jamuan makan siang itu menjadi salah satu sorotan di perhelatan KTT G20. Presiden Joko Widodo dan para pemimpin negara G20 menikmati jamuan di sebuah Kubah Bambu atau Bambu Dome tepat di belakang Apurva Kempinski.

Sebagai lokasi jamuan, Bamboo Dome di KTT G20 Bali itu dibangun dengan luas 800 meter persegi dan menjadi bangunan semipermanen. Di dalamnya, tertata rapi 43 kursi dengan meja besar yang disusun melingkar sehingga para kepala negara dapat menikmati santap siang bersama. Namun, tahukah Anda bagaimana ide awal, filosofi, dan keunggulan bangunan bambu tersebut?

Bamboo Dome di KTT G20 Bali, Permintaan Presiden dan Inspirasi Awal

Ide pembuatan kubah bambu sebelumnya tak terpikirkan sama sekali oleh panitia penyelenggara KTT G20. Elwin Mok sebagai Visual Creative Consultant KTT G20 hanya menerima permintaan sederhana Presiden Jokowi yang ingin makan siang dengan pemandangan laut.

Karena momen makan siang begitu penting, panitia pun mulai mencari ide yang cocok sesuai dengan permintaan Jokowi. Ide mendirikan tenda-tenda pun muncul. Namun, ide itu diurungkan karena kekhawatiran kencangnya angin pantai. Di mana lokasi Nusa Dua berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Membuat bangunan dari bahan batu bata pun muncul. Namun, ide ini kembali diurungkan karena mempertimbangkan penggunaan bangunan setelah KTT G20 usai. Kemungkinan bangunan akan dirobohkan karena bersifat sementara.

Akhirnya ide untuk membangun sebuah kubah atau aula bambu muncul setelah perjalanan ke Pantai Melasti, di sisi selatan Bali. Para tukang dan pekerja di sana menggunakan bangunan semipermanen dari bambu.

Ide ini pun segera dimatangkan dengan menggandeng beberapa pihak. Di antaranya Rubi Roesli, seorang desainer; dan Ashar Saputra, pakar bambu dari Universitas Gajah Mada (UGM).

Pertimbangan utama pemilihan bambu yakni karena sifat material yang lentur, mudah dibentuk, elastis, dan tahan terhadap guncangan atau gempa. Selain itu, saat KTT G20 usai, bangun atau material Bamboo Dome dapat digunakan kembali untuk keperluan lain.

Potensi Bambu di Balik Estetika Bamboo Dome di KTT G20 Bali

Selain disorot karena bentuk dan desainnya yang estetik, penggunaan bambu sebagai material Bamboo Dome di KTT G20 Bali juga bisa dilihat dari potensinya. Indonesia memang tak sebesar China jika bicara soal bambu. Namun, setidaknya ada 75 jenis bambu di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 10 jenis saja yang bisa dimanfaatkan. Di antaranya, Bambu Wulung, Bambu Legi, Bambu Petung, dan Bambu Ampel.

Ni Komang Ayu, Pengajar Universitas 17 Agustus Semarang, mengulas pemanfaatan dan dampak positif penggunaan bambu. Dia mendeskripsikan bambu memiliki ketahanan yang luar biasa. Bahkan, bambu bisa bersaing dengan beton dalam hal kekuatan tekan atau kompresi.

Bambu dinilai ramah lingkungan dan potensial untuk dikembangkan karena dapat tumbuh dengan cepat. Bambu dapat tumbuh vertikal hingga 5 cm per jam atau sekitar 150 cm per hari. Tanaman ini bisa memiliki tinggi maksimal hingga 40 meter dan diameter mencapai 30 cm. Bambu dengan kualitas baik dapat dipanen setelah berumur 3-5 tahun. Sedangkan jenis kayu tertentu, baru bisa dipanen ketika usia 40-50 tahun.

Walau disejajarkan dengan baja, pemakaian bambu dalam konstruksi selalu terkendala penyambungan yang kurang kokoh. Secara tradisional, masyarakat menggunakan paku, pasak atau tali yang kekuatannya rendah. Namun, kini beberapa inovasi dikembangkan dengan menggunakan baja, mur baut, hingga campuran semen sebagai sambungan yang lebih kokoh.

Selain bermanfaat sebagai material, bambu juga digunakan untuk menjaga kondisi tanah. Seorang peneliti, Ben-zhi (2005), mengungkapkan bahwa masyarakat Brasil telah lama menanam jenis bambu untuk menjaga kondisi tanah dari erosi. Umumnya mereka menanam bambu jenis Bambusa blumeana dan Phyllostachys pubescens. Selain itu, bambu juga ditanam untuk menjaga unsur hara dalam tanah.

Efa Suriani (2017) dalam jurnal berjudul Bambu sebagai Alternatif Penerapan Material Ekologis juga menjelaskan bahwa bambu memiliki kelemahan tersendiri. Di mana sering dianggap tidak awet. Bambu mudah diserang hewan serangga seperti kumbang bubuk sehingga menjadi rapuh. Selain itu, sambungan yang kurang kokoh menyebabkan susunan bambu bergeser atau membuatnya mudah pecah.

Terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangan bambu, penggunaannya sebagai material utama Bamboo Dome dalam perhelatan KTT G20 di Bali ini patut dibanggakan. Hal ini menunjukkan salah satu bentuk kekayaan alam Indonesia yang dapat dipadukan dengan unsur modern bangunan untuk kegiatan berskala dunia.