Tugujatim.id – Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Koeboeran Londo Kota Malang tahun ini menggelar ritual “Hana O Maku” atau tabur bunga dengan cara sederhana di Tugu Jepang, Sabtu (25/09/2021). Hal itu mereka lakukan karena masih dilanda pandemi Covid-19 sehingga digelar secara terbatas. Sebenarnya apa sih ritual Hana O Maku itu? Dan bagaimana kisahnya?
Setelah Perang Dunia II dan Jepang hancur dan mundur dari Indonesia pada 1945, ada upaya membangun perdamaian dan persahabatan abadi dengan. Meski Jepang menyisakan luka lama di masa pra-kemerdekaan RI, tentu banyak catatan sejarah yang dapat kita pelajari, termasuk masa pendudukan Jepang di Kota Malang.
Satu-satunya tempat yang menjadi saksi bahwa Jepang pernah ada di Malang, yaitu adanya Tugu Jepang. Tugu Jepang adalah penanda jika di situ ditanam abu 50 orang Jepang yang tewas. Tugu Jepang yang terletak di TPU Nasrani, Sukun, Kota Malang, itu lebih terkenal dengan Koeboeran Londo seluas 12 hektare.
Umumnya, sebuah makam di Jawa ada kegiatan ritualnya meski dengan tata cara dan adat kebiasaan masyarakat setempat yang berbeda-beda. Tapi, di Makam Nasrani Sukun ini setiap tahun disuguhi pemandangan yang berbeda dari ritual makam pada umumnya. Yaitu, menggelar Hana O Maku atau tabur bunga di Tugu Jepang, yang selalu rutin diselenggarakan setiap tahun di akhir September.
Kali ini Hana O Maku diselenggarakan lebih simpel dengan menghadirkan kalangan dinas, pihak kelurahan, dan pengelola destinasi wisata Koeboeran Londo. Sayangnya, acara kali ini tidak dihadiri Konjen Jepang yang berkantor di Surabaya.
Hadir dalam event Hana O Maku, yaitu Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang Sapto, Kepala UPT Pemakaman Subaedi, Lurah Sukun Andin Yunistianto, Ketua Forkom Pokdarwis Kampung Wisata Tematik Kota Malang Ki Demang/Isa Wahyudi, serta beberapa undangan terbatas LPMK, KIM, RW 3 Kelurahan Sukun.
Untuk diketahui, monumen tersebut dibangun pada 1982, tepat di ujung TPU. Bentuknya persegi panjang dan menyerupai tugu. Pada tugu itu terpahat nama-nama “pahlawan” Jepang yang gugur saat menjajah Indonesia.
Sebelum tabur bunga dimulai, disuguhkan beberapa tarian hingga acara sambutan-sambutan. Lalu acara ditutup dengan tabur bunga. Satu per satu tamu undangan secara bergantian menabur bunga di Tugu Jepang dengan tetap menggunakan protokol kesehatan (prokes) ketat.
Sementara itu, Kepala UPT Pemakaman DLH Kota Malang Subaedi menyampaikan apresiasinya atas terselengaranya acara ini di tengah pandemi Covid 19.
“Nanti kalau sudah normal kembali, TPU Nasrani ini akan dijadikan area wisata heritage secara maksimal,” ujarnya.
Dia mengatakan, kegiatan seperti tabur bunga ini ke depannya bisa diikuti wisatawan.
“Kami telah mempersiapkan galeri dan ruang ngopi, menjadikan area ini tempat pertumbuhan ekonomi kerakyatan, menambah spot area, dan memperbanyak tulisan-tulisan untuk literasi sejarah,” ungkap mantan kepala Pasar Blimbing itu.
Sedangkan Ketua Forkom Pokdarwis Kampung Wisata Tematik Kota Malang Isa Wahyudi dalam sambutannya menyampaikan, tercatat di Tugu Jepang ini hanya ada 50 nama. Dia melanjutkan, nama-nama itu terpahat dengan huruf kanji khas Jepang pada badan tugu/monumen ini.
“Mereka itu jasad dari tentara Jepang yang gugur lebih dulu dikremasi di TPU ini. Usai dibakar jasadnya, abunya disimpan di dalam guci, lalu dikubur di bawah Tugu Jepang,” ujar Ki Demang, sapaan akrabnya.
Dia menjabarkan, mulai 1982 perwakilan Konsulat Jenderal Jepang setiap tahun melaksanakan upacara di Tugu Jepang sebagai penghormatan arwah nenek moyangnya. Pada Tugu Jepang tersebut, juga terpahat tulisan kalimat dalam bentuk huruf kanji Jepang yang dalam Bahasa Indonesia artinya “Beristirahatlah dengan tenang di Kota Malang yang indah dan tenteram. Dalam kandungan negara”.
Selain itu, menurut dia, di TPU Nasrani Sukun ini ada banyak objek yang diduga cagar budaya. Salah satunya bangunan pintu gerbang sebagai perkantoran, makam tokoh-tokoh penting seperti Dolira Chavid (Tante Dolly); Joseph Wang CDD, pendiri Hua Ind; CG Lavalette, pendiri RS Lavalette; hingga Pieter A. Allaris, pengikut Freemasson.
“Ada juga Mgr Clement Van Den Pas O Carm, misionaris ordo Karmel dari Belanda,” ungkap Ki Demang yang juga merupakan ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang itu.
Temuan yang tak kalah menarik adalah 2 bunker misterius pindahan dari makam Pattimura dan Kuthobedah. Karena itu, perlu dikaji satu per satu sehingga masing-masing dapat ditetapkan sebagai cagar budaya.
“Kami dari Pokdarwis Koeboeran Londo yang selama ini memanfaatkan TPU Nasrani Sukun ini untuk kegiatan edukasi sejarah hingga jadi kegiatan ekonomi pelestarian lingkungan untuk pengunjung,” ungkap Ketua RW 3 sekaligus Ketua Pokdarwis Koeboeran Londo M. Djainul Arifin.
Dia melanjutkan, karena masih suasana PPKM seperti ini, maka kegiatan kunjungan kami fasilitasi dalam bentuk Virtual Tour Dark Tourism. (*)