CIREBON, Tugujatim.id – Salah satu makanan khas dari desa Gesik, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon yang terkenal yakni Krupuk Mlarat. Bagi masyarakat yang kerap melewati jalur pantura, pasti tak asing lagi dengan kerupuk berwarna merah, kuning, dan putih ini.
Dengan mudah, Anda menemukannya di hampir semua toko oleh-oleh sepanjang pantura. Dibuat dari tepung tapioka, penganan ringan ini kerap menjadi teman perjalanan karena rasanya gurih dan bikin ketagihan.
Tak seperti namanya, Kerupuk ‘Melarat’ justru mampu meningkatkan perekonomian warga desa Gesik. Nyaris seluruh warga Gesik menggantungkan hidupnya dari kerupuk yang resepnya diperoleh secara turun temurun ini.
Hj Eli Marliyah adalah salah satu pelaku usaha Krupuk Mlarat yang sukses di desa Gesik. Dia mengaku sudah puluhan tahun memproduksi kerupuk dari rumahnya yang sederhana.
Namun sayang, menurutnya saat ini penghasilannya agak menurun. Selain karena cuaca yang kerap tidak menentu, penjualannya juga tidak sebaik beberapa puluh tahun lalu karena banyak faktor termasuk wabah Covid-19.
Hampir semua warga desa yang akhir 2014 lalu dinobatkan sebagai kampung produktif itu mengeluhkan hal yang sama. Belum lagi soal kenaikan harga bahan baku tepung tapioka. Namun, menurut ibu tiga anak dan nenek dua cucu ini walau kini penghasilannya minim, masih cukup buat memenuhi kebutuhan keluarga dan menggaji karyawan.
Adapun resep kerupuk didapat Eli dari keluarga suaminya. Hampir semua saudara suaminya memang pembuat kerupuk. Perempuan kelahiran Kuningan, Jawa Barat ini, baru menekuni usaha ini sejak menikah dengan suaminya.
Dia hanya menjual kerupuk mentah yang kemudian dijual ke pabrik. Karena masih dibuat secara tradisional, maka sangat tergantung dengan cuaca. Bila sedang musim panas, produksi bisa meningkat. Tapi bila musim hujan kadang merugi.
Menuru ceritanya, dia pernah merugi besar karena kerupuk yang dibuatnya rusak akibat jamur, karena tidak bisa dijemur. Saat itu jumlahnya lumayan banyak, sampai 4 kuintal. Kerugian juga dialami penjual kerupuk matang. Bila musim hujan, kerupuknya kurang dijemur akibatnya tidak bisa mengembang sempurna.
Produksi Kerupuk ‘Melarat’ diakui Eli meningkat tajam memasuki bulan Ramadan. Bulan Ramadhan memang bulan yang penuh berkah. Penjualan kerupuk selalu meningkat.
Dalam sehari, Eli biasanya bisa memproduksi 2,5 kuintal kerupuk mentah dibantu 9 orang karyawan. Dengan omzet sekitar Rp 3 juta per bulan. Dia akan meneruskan usaha turun temurun keluaga suaminya ini.
Cara pembuatan kerupuk ini pun tidak ada rahasia. Adonannya hanya tepung tapioka, garam dan air. Bumbu diberikan setelah kerupuk disangrai menggunakan pasir. Dan itulah yang menjadi asal muasal nama Kerupuk ‘Melarat’, yaitu kerupuknya tidak digoreng dengan minyak