SURABAYA , Tugujatim.id – Menanggapi soal harga daging sapi yang melonjak, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Rossanto Dwi Handoyo ikut angkat bicara. Dia mengatakan, kenaikan harga ini sudah terjadi mulai akhir 2021 hingga Maret 2022 ini karena banyak faktor.
Menurut Rossanto, salah satu penyebab kenaikan harga daging sapi tersebut dipengaruhi pasokan sapi di Indonesia yang selama ini berasal dari impor Australia. Untuk diketahui, dari sisi supply dalam negeri, stok daging sapi sekitar 473.000 ton, sementara kebutuhan daging sapi sebesar 696.000 ton. Angka tersebut hampir menyentuh 700.000 ton.
“Jadi, ada kekurangan pasokan daging sapi domestik sekitar 250.000 ton. Kekurangan tersebut kemudian dipenuhi dari impor,” kata Rossanto pada Rabu (16/03/2022).
Di sisi lain, Pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi ekspor sapi hidup dari 80 persen turun menjadi 44 persen. Hal ini berjalan sejak memasuki tahun 2022.
“Dengan kebijakan tersebut, Australia akan mengurangi ekspor ke luar negeri sehingga pasokan kebutuhan daging sapi domestik Indonesia akan berkurang pula,” jelasnya.
Rossanto melanjutkan, otomatis pasokan daging sapi ke tanah air pun berkurang. Mengingat selama ini Indonesia hanya mengimpor sapi dari Australia saja.
“Dari segi kebutuhan dalam negeri dan konsumsi daging dalam negeri, juga mengalami kenaikan,” ucapnya.
Selain itu, kebijakan ekspor tersebut juga mengakibatkan harga sapi hidup bakalan dari Australia meningkat. Pada 2020 sekitar $2,8 atau Rp39.000 per kg sapi berat hidup. Kemudian pada 2021, ada kenaikan sekitar $3,78 dollar atau sekitar Rp52.000 per kg berat sapi hidup.
“Kenaikan impor sapi bakalan sekitar 30 persen ini juga akan mendorong kenaikan harga daging sapi dan mengakibatkan biaya produksi ikut meningkat,” ujar dia.
Tak hanya itu, konsumsi daging dalam negeri juga meningkat dari 2,3 kg per kapita menjadi 2,5 kg per kapita. Kondisi tersebut turut memengaruhi kenaikan harga daging saat ini.
“Kebutuhan daging sapi segar di Indonesia sekitar 85 persen, sedangkan 15 persen sisanya adalah frozen meat,” kata dia.
Rossanto mengungkapkan, faktor terakhir yang memengaruhi naiknya harga daging sapi di Indonesia adalah rantai distribusi penjualan daging sapi domestik yang sangat panjang. Dia menjelaskan, rantai distribusi daging sapi biasanya berawal dari peternak menjual sapi hidup kepada pedagang grosir berskala besar (pengepul). Kemudian pengepul menyerahkan kepada RPH (rumah potong hewan).
“Setelah proses pemotongan hewan di RPH, daging sapi didistribusikan kepada pedagang grosir berskala kecil, lalu ke konsumen,” tutupnya.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim