Oleh: Eko Setyo Prayogi, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta
Tugujatim.id – Atmoko (2018) menyatakan bahwa desa budaya adalah wahana sekelompok manusia yang melakukan aktivitas budaya yang mengekspresikan sistem kepercayaan (religi). Sistem kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi, sistem komunikasi, sistem sosial, dan sistem lingkungan, tata ruang, dan arsitektur dengan mengaktualisasikan kekayaan potensi dan mengonservasinya dengan saksama atas kekayaan budaya yang dimilikinya, terutama yang tampak pada adat dan tradisi, seni pertunjukan, kerajinan, dan tata ruang dan arsitektural.
Dengan adanya desa budaya dimaksudkan sebagai bentuk usaha agar adat tradisi, kesenian, kerajinan, dan potensi kebudayaan yang lain dapat dilestarikan, dikembangkan, serta dapat memajukan kesejahteraan masyarakat di desa budaya itu sendiri. Sehingga penting untuk mengusahakan sebuah desa agar menjadi sebuah desa budaya.
Pencapaian atau keberhasilan pengelolaan sebuah desa budaya dikarenakan adanya dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak seperti kerja sama antara lembaga pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat. Pengupayaan agar sebuah desa menjadi desa wisata juga tergantung bagaimana usaha masyarakat di desa tersebut. Lalu ketika usaha tersebut berhasil dan menjadikan desa mereka menjadi sebuah desa budaya, harapannya akan memajukan kesejahteraan bagi masyarakat, kemudian akan muncul rasa bangga ketika usaha yang mereka perjuangkan bersama membawa perubahan.
Perlu diketahui bahwa salah satu elemen penting di masyarakat adalah adanya generasi milenial atau generasi muda yang juga ikut andil dalam berusaha membuat desanya menjadi desa budaya yang tentu memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Kemudian sebagai generasi milenial, apakah hanya akan merasa bangga saja apabila desanya menjadi desa budaya?
Generasi Milenial sebagai Warga Desa Budaya
Erkutlu (2011) berpendapat bahwa generasi milenial adalah generasi yang lahir pada era 80-90-an yang identik dengan karakter berani, inovatif, kreatif, dan modern. Generasi milennial juga disebut generasi modern yang aktif bekerja, penelitian, dan berpikir inovatif tentang organisasi, memiliki rasa optimisme dan kemauan untuk bekerja dengan kompetitif, terbuka, dan fleksibel.
Lalu apakah sebagai generasi milenial akan bangga menjadi warga di desa budaya? Jawabannya adalah tentu saja bangga. Tempat di mana dia tinggal atau bahkan tempat dia lahir dan besar adalah desa yang memiliki predikat desa budaya. Namun, pertanyaan terbesar bukanlah bangga atau tidaknya seorang dari generasi milenial menjadi warga di sebuah desa budaya. Persoalan yang harus dijawab adalah bagaimana keikutsertaan dan peran generasi milenial dalam pembangunan atau memajukan desa budaya tersebut.
Jadi, sebagai generasi milenial yang juga sebagai warga desa budaya di samping memiliki rasa bangga akan desanya, juga harus ikut serta dalam melakukan pembangunan dan memajukan desa dengan berbagai kemampuan dan kecakapan yang dimiliki.
Keikutsertaan dan Peran Generasi Milenial dalam Memajukan Desa Budaya
Telah disebutkan bahwa generasi milenial ini memiliki berbagai karakter yang apabila dipergunakan secara maksimal akan menghasilkan output atau hasil yang maksimal juga. Dengan berbagai karakter yang dimiliki generasi milenial, seharusnya generasi ini dapat berkontribusi dan memberikan sumbangsih terbesar dalam hal pembangunan atau hal memajukan desa budaya. Dengan karakter inovatif dan kreatif memungkinkan generasi milenial dapat lebih mengangkat potensi budaya yang ada di desa wisata.
Dengan pikiran yang inovatif dan kreatif, potensi budaya yang ada dapat ditonjolkan lebih dan mendapatkan atensi atau perhatian yang lebih dari pihak luar karena dengan inovasi dan kreativitas yang dilakukan dapat menghasilkan hal-hal baru.
Dengan inovasi yang dilakukan oleh generasi milenial (berbagai kreativitas) diharapkan kebudayaan yang ada dapat dimaksimalkan dalam pengelolaannya. Karakter lain dari generasi milenial adalah pikiran yang terbuka atau dapat mengikuti perkembangan zaman. Mungkin ini yang membedakan generasi milenial dengan generasi sebelumnya, di mana generasi sebelumnya memiliki pikiran konservatif atau belum bisa menerima perubahan.
Sekarang sudah zaman industri 4.0 yang apabila kita tidak dapat mengikuti perkembangan, maka kita dapat sangat tertinggal dan ditinggalkan. Dengan kata lain, pengelolaan desa budaya harus mengikuti perkembangan zaman.
Di sinilah peran generasi milenial sangat penting diperlukan. Karena memiliki pemikiran terbuka, generasi milenial mampu untuk mengikuti perkembangan zaman dan mengusahakan kebudayaan yang ada di desa budaya tetap eksis, tapi tanpa mengurangi tradisi yang ada. Dengan kata lain, generasi milenial atau generasi modern ini dapat membawa desa budaya menjadi lebih kekinian, yang tentunya mengikuti tren.
Ada alasan generasi milenial disebut juga generasi modern karena pemahaman yang baik akan teknologi dengan memanfaatkan platform media sosial yang ada dapat digunakan sebagai media promosi untuk lebih memperkenalkan potensi budaya yang ada. Banyak sekali media sosial yang dapat digunakan untuk media promosi, salah satunya Instagram. Dengan kreativitas kaum milenial dapat mengunggah foto-foto yang dapat menggambarkan potensi budaya yang ada ke dunia maya.
Menggunakan media sosial sebagai media promosi sangat efektif, mengingat sekarang hampir lapisan masyarakat memiliki ponsel pintar untuk mengakses media sosial. Jadi, bila milenial mengunggah foto kegiatan yang ada desa budaya dan masyarakat luar melihatnya dan merasa tertarik, bukan tidak mungkin akan banyak masyarakat luar yang mengunjungi desa budaya tersebut.
Tidak hanya sebagai media promosi, media sosial juga dapat dijadikan tempat untuk mengekspresikan rasa bangga akan desa budaya. Entah sebagai warga itu sendiri atau masyarakat luar yang ikut merasakan adanya desa budaya. Mereka dapat menuliskan kesan dan pesan disertai foto yang menggambarkan rasa bangganya akan desa budaya.
Terlebih lagi keadaan seperti sekarang atau adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan adanya pembatasan di setiap aspek. Dengan penguasaan teknologi, generasi milenial masih bisa mengembangkan desa budaya dengan mengadakan berbagai kegiatan pengenalan dan sebagainya, tapi berbasis online seperti mengadakan tour virtual.
Di samping penguasaan penggunaan media sosial oleh generasi milenial dalam ajang promosi dan pengekspresian rasa bangga terhadap desa budaya. Masih banyak hal yang dapat dilakukan oleh generasi milenial mengenai penggunaan teknologi dalam pengelolaan desa budaya, seperti melakukan dokumentasi di setiap kegiatan atau acara yang dilakukan dan dalam hal publikasi.
Banyak hal dapat dilakukan sebagai bentuk pengungkapan rasa bangga menjadi warga desa budaya. Namun, yang terpenting adalah di samping rasa bangga, kita sebagai warga desa budaya harus bisa dan dapat berkontribusi dalam hal pembangunan dan memajukan desa secara bersama-sama.
Terutama sebagai generasi milenial yang notabene melek teknologi dan memiliki karakter inovasi serta kreatif, diharapkan dapat terus memberikan dan menyumbangkan ide-ide baru bagi desa budaya agar ada kemajuan dan perubahan yang lebih baik lagi. Sehingga akan membawa dampak yang lebih dan lebih berarti bagi kesejahteraan masyarakat di desa tersebut.
Dengan berbagai karakter yang dimiliki generasi milenial, dengan rasa bangga dan mampu untuk lebih mengembangkan potensi kebudayaan yang ada di desa budaya, harapannya dengan sinergi bersama antara berbagai pihak dapat membawa kemajuan bagi desa budaya yang sudah ada. Dan ke depannya desa budaya di setiap provinsi dapat terus bertambah dan mampu mensejahterahkan masyarakat di desa tersebut.