BATU, Tugujatim.id – Komnas Perlindungan Anak (PA) telah menghadirkan 2 perwakilan korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan JE, founder SMA SPI Kota Batu. Dua korban itu memberikan kesaksian atas apa yang mereka alami saat mengenyam pendidikan secara gratis di SMA SPI Kota Batu.
Ernest Prakasa, stand up komedian yang juga sebagai aktor film, penulis skenario, dan sutradara, ini turut berkomentar atas kasus yang tengah bergulir di SMA SPI Kota Batu. Ernest melontarkan komentarnya dalam kicauan Twitter pribadinya pada Rabu (16/06/2021).
“Apdet untuk kasus pelecehan anak dengan korban puluhan orang di sekolah SPI Malang. Kawal terus!” ujar Ernest melalui Twitter pribadinya.
Dalam komentar tersebut, Ernest juga melampirkan video unggahan Komnas TV Anak berjudul Kesaksian Korban SPI di Komnas Anak… Meminta Atensi dari Kapolri untuk Usut Tuntas.
Dalam video tersebut, korban mengaku telah mengalami kekerasan seksual sejak 2009-2018. Dia menyebutkan, peristiwa memilukan itu terjadi saat dia menjadi siswa SMA SPI, bahkan berlanjut saat dia bekerja di sana.
“Saya ingin bersuara karena saya merasa menderita dan itu sungguh nyata terhadap diri saya sendiri. Karena pengalaman itu saya alami sejak masih sekolah,” paparnya.
Menurut dia, modus pendekatan awal yang dilakukan JE adalah memanggil satu per satu siswa. Korban diajak diskusi, diberi motivasi, dan diberi janji. Bahkan, JE juga menanyakan kesulitan keluarga korban agar bisa dibantu.
“Kamu nanti bisa jadi salah satu pemimpin besar di tempat ini. Karena Koko lihat kamu punya bakat kepemimpinan yang bagus. Koko akan kembangkan dan mendidik kamu,” ujarnya menirukan JE.
“Waktu itu saya tidak mengerti apa-apa, dia mentor yang saya kagumi. Bahkan, saya sangat mengidolakan orang seperti JE ini. Tapi, lama-kelamaan saya gak ngerti, tiba-tiba dia mulai mencium kening dan pipi kanan-kiri. Dari situ saya mulai agak kaget. Kemudian dia memeluk saya dan mengatakan saya bersama kamu. Saya sayang sama kamu. Dan itu dikatakan berkali-kali,” bebernya.
“Dia sering juga mengiming-imingi memberi tanah, nanti bisa buat usaha, menjadi pimpinan di SPI, bahkan bisa menikmati kemewahan yang dia punya,” imbuhnya.
Dia juga mengaku mendapati keluhan yang sama dari adik-adik kelasnya atas perlakuan JE. Namun, ketika dia melaporkan hal tersebut kepada pembina sekolah, dia tidak mendapati tindak lanjut atas laporannya.
“Saya pernah mengalami perlakuan itu dari JE pada saat saya masih sekolah dan di lingkungan sekolah itu juga. Kemudian di sana ada sebuah Transformer Center. Di sana diajak untuk melakukan hal-hal itu, bahkan sampai saat keluar negeri juga,” ungkapnya.
Sementara itu, korban kedua yang bersekolah dan bekerja di SMA SPI mengaku juga telah melaporkan perlakuan JE kepada pembina sekolah. Namun, dia juga tidak mendapat respons serius dari pihak pembina SMA SPI.
“Salah satu yang saya coba, saya sendiri menyampaikan ke salah satu pembina di sana beberapa kali. Sampai akhirnya saya merasa tidak ada tindak lanjut yang bisa melindungi saya. Saya sudah merasa tertekan dan tidak nyaman, akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan di sana,” bebernya.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menjelaskan, pihaknya telah mengirim 4 nama pengelola SMA SPI ke Polda Jatim yang diduga mendapat aduan korban, tapi tidak mengambil keputusan atas tindakan JE.
“Sebelum peristiwa itu dilaporkan ke Polda Jatim, korban sudah menyampaikan kepada 4 pengelola SPI itu. Mereka dimintai bantuan perlindungan, tapi tidak dilakukan. Dari 4 pengelola ini, 2 di antaranya sudah diperiksa,” ujarnya.
Dia menambahkan, kasus tersebut terdapat kejahatan seksual berupa serangan persetubuhan yang dilakukan JE di sekolah, bahkan hingga saat siswa diajak rekreasi ke luar negeri.
“Korban sudah mengadu ke pengelola yang sebenarnya bisa mengambil keputusan di sana, tapi tidak dilakukan. Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengamanatkan setiap orang yang mengetahui sebuah peristiwa dan menerima laporan, tapi tidak berbuat apa-apa, maka ancamannya 5 tahun penjara,” tegasnya.
Dia berharap Kapolri juga memberikan atensi terhadap kasus yang tengah bergulir sejak 29 Mei 2021 di Polda Jatim itu. Pihaknya juga berharap negara juga memberikan perlindungan kepada korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).