MALANG, Tugujatim.id – Mendampingi anak yang didiagnosis autisme adalah perjalanan yang penuh tantangan. Namun, seorang ayah di Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur mampu membuktikan, bahwa cinta, ketekunan dan kesabaran dapat mengubah segalanya.
Ialah Lutfan Haidi (27). Berkat pendampingan dari sang ayah bernama Hariyanto (64) anak kedua yang dulu divonis memiliki IQ rendah kini telah tumbuh menjadi individu mandiri dan sukses di dunia kerja.
“Ini yang bisa saya bilang sebagai keajaiban. Diawali ketika umur 4 tahun, dia diagsosis autis dengan IQ rendah, diperkirakan 89,” ujar Hariyanto di Malang Autism Summit (MAS) 2024 bertempat di Gedung MCC, Kota Malang, Jum’at (4/10/2024).
Hariyanto menjelaskan, pada kondisi seperti itu, putranya mengalami beberapa hambatan pertumbuhan, seperti keterlambatan bicara dan kesulitan dalam memahami dunia sekitarnya. Namun, sang ayah tidak pernah putus asa.
Dengan penuh kasih sayang, sang ayah menciptakan rutinitas sederhana namun berarti. Setiap hari, dia memeluk dan mencium anaknya, setidaknya tiga kali sehari. “Memeluk dan mencium adalah cara saya memastikan dia merasa aman, tidak stres, tidak panik. Kehangatan itu yang membuat dia nyaman dan percaya pada dirinya sendiri,” ucapnya.
Waktu berlalu, dan keajaiban mulai terjadi. Sang anak yang awalnya kesulitan bicara, perlahan-lahan mulai mengembangkan kemampuan komunikasinya.
“Setiap Sabtu atau Minggu, kami keluar bersama, melihat dunia, menjelaskan segala yang dia lihat. Meski tidak nyambung, saya terus ajak ngobrol seperti mengenalkan berbagai jenis truk dan lainnya,” kata dia.
Ia juga membantu menstimulasi Lutfan dengan telaten. Yakni menjulurkan lidah, meniup hingga menggunakan sedotan, tiga hal yang bisa dilakukan untuk membantu anak belajar berbicara. Dengan beberapa terapi sederhana itu, perlahan Ivan, sapaan akrab Lutfan, mulai bicara.
“Usia 3 tahun baru bisa bicara, itupun dengan pendekatan khusus. Baru bisa baca itu diumur 7 tahun. Namanya IQ rendah, dengan banyaknya yang pelajari dengan melihat, kemudian ada banyak perkembangan, itu miracle,” tutur sang ayah.
Hingga saat memasuki usia sekolah, Hariyanto memilih menyekolahkan anaknya di sekolah reguler, namun dengan pengawasan khusus. Sehingga peran keluarga dan lingkungan, sangat dibutuhkan. Di usia 10 tahun atau ketika duduk di kelas 4 SD, Ivan yang dulu dinilai lamban mengikuti pelajaran, mulai memahami sistem sekolah.
Perkembangan Ivan, memantik semangat Hariyanto untuk terus mendukung buah hatinya. Ia sepenuhnya mendampingi anaknya mengejar pelajaran yang tertinggal. Berkat usaha tak kenal lelah itu, IQ anak tersebut meningkat drastis, hingga ia berhasil diterima di Universitas Airlangga (Unair) melalui SBMPTN, di Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Inggris.
Kini, anak yang dulu didiagnosis autisme dan IQ rendah bekerja sebagai content moderator di perusahaan raksasa teknologi, bernama ByteDance, induk perusahaan TikTok. Meski telah mandiri, sang ayah tetap mendampingi setiap langkah putranya.
“Kami dua hari sekali video call, kami jalin komunikasi untuk tetap dekat, menanyakan progres kerjaanya atau mendisikusikan sesuatu. Seperti soal manajemen waktu, kendala dia,” ujarnya dengan penuh rasa bangga.
Dalam 20 tahun perjalanan penuh pengorbanan ini, ia menemukan bahwa merawat anak autis bukanlah beban, melainkan sebuah jalan ibadah. Ia berpesan, agar orang tua hingga lingkungan sekitarnya, dapat mendampingi tumbuh kembang anak-anak autis dengan konsisten.
Kesampingkan amarah, jangan berlaku kasar, ataupun bersedih di depan mereka. Kesabaran dan ketelatenan orang tua dalam menguatkan rasa percaya diri anak autis juga perlu diperhatikan.
“Pupuklah kerpercayaan dirinya agar dia bisa paham dengan dirinya. Artinya anak-anak punya salah satu skill yang menonjol dan bisa diasah. Yang perlu di edukasi adalah orang tua, guru juga harus support. Bahkan bekerja sama. Acara seperti ini (Malang Autism Summit) sangat membantu,” tegasnya.
Sebab, tambah Hariyanto, kendala orang tua adalah ketidak percaya diri mereka. Seringkali orang tua merasa sendiri, kemudian menutup diri, sehingga kurang sabar menghadapi anak-anaknya, bahkan melatih kemandirian saja tidak konsisten, padahal itu tidak bisa ditawar.
“Kita tidak bisa menolak takdir Allah. Justru di situlah kita harus ikhlas, karena anak-anak kita adalah ladang pahala, sumber ibadah bagi kita sebagai orang tua,” tutupnya.
Malang Autism Summit 2024 atau MAS 24 merupakan kolaborasi antara Penawar Special Learning Centre (PSLC) Malaysia bersama Tugu Media Group Indonesia sebagai mitra lokal yang berlangsung dari tanggal 3 Oktober sampai 5 Oktober 2024.
Serta didukung oleh Spekix Special Kids Expo, Drisana, Motherland, Amazing Malang, Difabel Creative Community, Omah Gembira, Stifin Genetic, MCC, JCDC, MI AR Roihan Lawang Malang, Rumah Terapi Anton Metode, KIDABA, serta Paguyuban Seniman dan Pengrajin Disabilitas Karanganyar Jawa Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Darmadi Sasongko