MOJOKERTO, Tugujatim.id – Historiografi lokal tak pernah lepas dari sosok-sosok penting, baik kaum intelektual maupun pemuka agama. Seperti daerah Mojokerto yang tidak lepas dari sosok KH Nawawi, yang namanya termaktub dalam buku berjudul Biografi Kiai Mojokerto karya Isno Woeng Sayun.
KH. Nawawi lahir tahun 1886 di Lespadangan, Terusan, Gedeg, Kabupaten Mojokerto. Saat kecil, KH Nawawi menempuh pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School. Setelah itu, KH Nawawi kecil memutuskan belajar ke Tebuireng di bawah asuhan KH Hasyim Asy’ari.
“Setelah dari Tebuireng, KH Nawawi meneruskan nyantri di beberapa pesantren lain, seperti belajar ke Kiai Kozin di Siwalan, Panji, Sidoarjo. Lalu, Kiai Soleh dan Kiai Zainuddin di Nganjuk, termasuk ke Kiai Kholil di Bangkalan,” tulis Isno seperti dikutip dalam bukunya, Minggu (29/09/2024).
Pasca menikah, KH Nawawi membuka usaha penjahitan dengan menyewa tempat di tengah Kota Mojokerto. Lambat laun usaha tersebut semakin ramai hingga KH Nawawi mencari karyawan guna menyelesaikan orderan jahitan yang berlimpah.
Dari usaha jahit tersebut, KH Nawawi lantas membeli sebidang tanah yang sekarang berhadapan dengan Jl Gajah Mada. Dari tanah tersebut KH Nawawi membangun rumah dan musala. Berawal dari musala tersebut, dakwah KH Nawawi dimulai dengan mengajar anak-anak di sekitarnya untuk membaca kitab suci Al-Quran.
“Lambat laun masyarakat memanggil beliau dengan sebutan KH Nawawi. Keilmuan dan ketokohan beliau semakin diakui. Salah satunya beliau pernah menjabat sebagai Syuriah dalam struktur Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama,” ungkap Isno.
Sementara, perjuangan KH Nawawi kala mempertahankan kemerdekaan Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Saat perang berkecamuk di Surabaya, KH Nawawi maju sebagai Komandan Barisan Sabilillah Karesidenan Surabaya di Mojokerto. Ia sebagai sosok kiai heroik yang mengangkat senyata langsung ke medan perang saat Agresi Belanda.
“KH Nawawi yang semula berada di garis depan Surabaya tidak pulang ke Mojokerto. Beliau menuju front Kletek di Sidoarjo. Saat terjadi pertempuran di Sumantoro, Sidoarjo, ternyata tentara Belanda mengepung KH Nawawi dan pasukan. Dari pertempuran tersebut, beliau gugur sebagai syuhada,” terang Isno.
Untuk menghormati dan mengenang darma bakti, Pemerintah Kota Mojokerto mengabadikan perjuangan KH Nawawi sebagai nama sebuah jalan yakni Jl KH Nawawi. Jalan tersebut menjadi penghubung antara Jl Residen Pamuji dengan Jl Bhayangkara. Keputusan tersebut berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto pada 30 Maret 1967 silam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Reporter: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Darmadi Sasongko