Tugujatim.id – Terbiasa dengan pola kehidupan sederhana yang diajarkan dalam kehidupan keluarga membuat Supriatna Adhisuwignjo terbiasa hidup berjuang. Pria yang juga direktur Polinema Malang itu berhasil membawa kampus yang dipimpinnya go internasional.
Saat menjadi pembicara di podcast YouTube Tugumalang.id pria yang akrab disapa Supriatna itu menceritakan perjalanan hidupnya.
Dia lahir dari keluarga yang ekonominya serba pas-pasan. Kondisi yang terbatas itu justru membuatnya mendapat banyak pelajaran. Salah satunya, pelajaran ketegasan dalam kehidupan.
Ketika Supriatna dan saudara-saudaranya masih kecil, orangtuanya sudah mengarahkannya untuk membantu pekerjaan orang tua.
“Dalam hal pembentukan sesuatu tidak bisa dalam sekali proses bisa langsung selesai, apalagi karakter. Karakter akan dibentuk jika terjadi pengulan-pengulangan di titik yang sama. Tanpa disadari seiring berjalannya waktu karakter itu akan terbentuk dengan sendirinya,” katanya saat diwawancarai CEO Tugu Media Group, Irham Thoriq, di podcast Tugumalang.id, Rabu (23/2/2022).
Baginya pola-pola yang sejak kecil melekat ternyata di masa tua kurang lebih sama. Sebelum dipercaya menjadi direktur, dia pernah menjadi Wakil Direktur 1 bagian akademi di Polinema. Hal ini membuatnya tidak terlalu merasa kesulitan untuk beradaptasi lagi.
Dia mendidik mahasiswanya sesuai dengan generasi sekarang. Dia menuturkan bahwa generasi-generasi sekarang sangat cepat beradaptasi dengan adanya teknologi. Sedangkan dilihat dari soft skill dan karakter sangat berbeda. Dia mengatakan zamannya dulu berbeda dengan sekarang.
“Era sekarang sebenarnya pendidik harus lebih banyak mengajak pelajar untuk bersama-sama dengan kita, bekerja sama, mengasah soft skill mereka bukan lebih banyak memerintah. Kita harus memberi contoh yang baik,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, dia menceritakan perjalanannya hingga menjadi orang nomor satu di Polinema dan bisa membawa nama kampus itu go-international.
Berawal dari dirinya aktif dalam organisasi-organisasi dalam kampus dan luar kampus. Hal ini ternyata menjadi bekal yang istimewa baginya. Pasalnya, dengan mengikuti organisasi dia lebih terlatih, karakternya lebih terbentuk meskipun itu berjalan begitu saja.
Meskipun kurang lebih empat bulan menjadi direktur Polinema, dia sudah menyiapkan strategi untuk menaikkan kampus ke skala regional. Acuan dasarnya adalah Rencana Indep Pengembangan. Tahapan yang ingin dicapai adalah menguatkan daya saing tingkat regional.
Tahun 2019 kampus Polinema pernah meraih peringkat ketiga skala nasional. Ini merupakan salah satu indikator untuk bisa bersaing di tingkat nasional.
“Kita mengikuti arah yang ditetapkan di Rencana Indept Pengembangan, bagaimana bisa menjangkau agar kita bisa berdaya saing di tingkat regional. Strategi ini sudah dirintis sejak 2018, 2019, 2020 dan 2021 saat saya masih manjabat sebagai Wakil Direktur 1. Namun tahapan untuk memulai bersaing di tingkat regional baru dimulai di tahun 2020 kemarin,” ungkapnya.
Di akhir wawancara, dia berpesan untuk generasi milenial saat ini agar bisa memanfaatkan masa muda untuk persiapan kehidupan berikutnya. Kehidupan yang sudah ditakdirkan apapun itu dinikmati. Ini akan menjadi modal ke depannya.
Generasi milenial ditakdirkan sejak lahir dengan era yang berubah dengan teknologi informasi, ini merupakan keunggulan tersendiri bagi generasi milenial. Selain itu, di sisi lain harus diupayakan untuk memperhatikan soft skill dan karakternya.