Tugujatim.id – Peringatan 60 tahun hari lahir lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama (NU) baru saja digelar. Sebuah usia yang sangat panjang dalam mengawal program besar NU baik pada level PBNU, PWNU, PCNU, MWCNU sampai level ranting (tingkat kelurahan).
Pengurus Cabang Lesbumi NU Kabupaten Malang, Abdul Aziz Syafi’i, melalui pres releasenya pada Rabu (30/3/2022) menyampaikan bahwa Lesbumi NU Kabupaten Malang akan mengawal program-program strategis PCNU ke depannya.
“Sinergi kami ambil dari tema besar Musyawarah Kerja I PCNU Kabupaten Malang sebagai gerakan dan senyawa PC Lesbumi NU Kabupaten Malang yang senantiasa mengawal program-program strategis PCNU Kabupaten Malang masa khidmat 2021-2026,” tulisnya.
Dalam perayaan hari lahir ini Lesbumi mengangat tema “Lesbumi NU Memiliki Orientasi Perjuangan secara Utuh dalam Mengawal Serta Menerjemahkan Islam Nusantara”.
Menurut pria yang akrab disapa Aziz itu, Lesbumi PBNU di awal tahun 2016 lalu melakukan ijtihad Saptawikrama yang kemudian menjadi jargon utama dalam semua segmen gerakan Lesbumi NU di semua daerah. Jargon ini harus senantiasa disosialisasikan secara terus menerus sebagai bentuk penguatan Islam Washatiyah, Islam Moderat dan Islam Rahmatal lil Alamin.
Pria asli Malang itu juga menjelaskan bahwa Islam Nusantara harus mampu memfilter gerakan-gerakan intoleran, serta segala kekayaan budaya masing-masing daerah yang membalut Islam dengan warna dan tradisi dalam mengaktualisasikan Islam itu sendiri.
“Islam Nusantara mampu menjadi filter terhadap gerakan-gerakan intoleran, kelompok-kelompok yang mudah mengkafirkan, membidahkan amaliyah mayoritas penduduk Muslim Indonesia. Serta, mampu mempersempit ruang gerak ajaran radikalis bahkan gerakan paham teroris,” jelasnya.
Menurut Aziz, menyambut bulan suci Ramadan yang tinggal menghitung hari ini masyarakat Jawa biasanya memiliki tradisinya masing-masing dengan mengadakan berbagai macam acara sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Masyarakat Jawa Timur dalam menyambut bulan suci Ramadan mengadakan acara “Megengan” (mengangungkan) yakni dengan membawa makanan ke masjid dan musala sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Esa akan datangnya bulan suci serta dimakan secara bersama-sama dengan jamaah lainnya. Istilah lainnya “Nyadran” (membersihkan makam leluhur) masyarakat Jawa Tengah dan pengistilahan lain dengan sebutan “Gugur gunung” yang bermakna sama seperti “Nyadran”,” lanjutnya.
Dengan menjadikan Saptawikrama menjadi ruh, kata Aziz, Lesbumi NU senantiasa hadir dan mengedukasikan serta menyuguhkan Islam Nusantara dengan apik dan relevan sesuai misi dakwah NU yakni meneruskan cara dakwah Wali Songo.
Dari banyak literatur cara dakwah Wali Songo tidak menghapus atau bahkan membuang budaya masyarakat lokal. Para wali senantiasa meluruskan budaya tersebut agar tidak berbenturan dengan pandangan syariat.
“Banyak cara bahkan metodologi sehingga tidak ada ruang ketersinggungan masyarakat saat itu, karena cara yang dilakukan Wali Songo lebih pada pendekatan,” katanya.
Tak ketinggalan Wali Songo juga menambahkan sisi seni dalam mendakwahkan Islam, sehingga Islam tidak dirasakan “Jumud” (kaku). Islam lebih lentur dan mudah diterima oleh masyarakat saat itu. Bagaimana dakwah kanjeng Sunan Kalijaga dengan pementasan Wayang, kanjeng sunan Bonang dengan Karawitannya.
“Akhirnya, mengilhami kembali makna melestarikan budaya atau tradisi (al-‘urf) yang baik, yang memuat muatan baik adalah keniscayaan serta mengambil yang baru (modern) yang baik pula adalah keniscayaan. Ini kaidah fikih,” pungkasnya.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim