Mahasiswa yang tak kunjung menjalani kuliah tatap muka secara langsung di kampus membuat para pemilik warung yang berada di sekitar kampus merana. Tak jarang, mereka gulung tikar lantaran pendapatan yang merosot tajam. Setidaknya, hal itulah yang terlihat di kawasan kampus-kampus di Kota Malang. Bahkan warung yang dulunya menghabiskan beras 25 kg dalam sehari, kini 3 kg pun tak habis. Bagaimana kisah mereka? Serta bagaimana kelanjutannya?
MALANG, Tugujatim.id – Suasana sebuah warung di Jalan Kertosono Ketawanggede, Kota Malang tampak lengang kala Tugumalang.id, grup Tugu Jatim mengunjungi kawasan tersebut Kamis (14/10/2021) lalu. Kursi dan meja yang dulunya berjubel para mahasiswa, kini seakan lenyap ditelan senja. Padahal, warung tersebut memiliki tempat strategis karena berlokasi di akses keluar masuk Universitas Brawijaya (UB). Tak jauh dari lokasi, kampus Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Kota Malang (UIN Malang) juga berdiri.
Susiati, sang pemilik warung mengaku bahwa dulunya tempatnya begitu laris. Bukan tanpa alasan, ratusan bahkan ribuan mahasiswa mungkin selalu lalu lalang melewati depan warungnya, tak sedikit dari mereka yang datang untuk sarapan atau makan siang.
“Dulu warung ini sangat ramai. Sehari bisa habis 25 kg beras. Sekarang sepi, 3 kg saja sehari tidak habis,” kata perempuan berumur 60 tahun tersebut.
Saat ini, akses masuk kampus UB di jalan tersebut ditutup. Susiati menyebutnya kampus mati. Tidak hanya itu, rumah kos yang dikelolanya juga kosong. Sejak pandemi datang, sejak itu pula mahasiswa pulang.
“Saya sempat tidak jualan selama 4 bulan. Sekarang saya beranikan, ya berdoa semoga kampus bisa segera masuk,” ujarnya.
Terpaksa Tutup Warung Cabang untuk Tekan Biaya Operasional
Cerita serupa juga dialami pria bernama Andika, penjual lalapan di Jalan Simpang Gajayana Merjosari, Kota Malang. Ia mengaku penghasilannya selama berjualan, laris oleh pembeli yang menurutnya adalah mahasiswa atau anak kos. Andika pun kaget saat virus Covid-19 ramai diperbincangkan, dan mahasiswa ramai berbondong-bondong hilang.
“Awal-awal corona saya masih sempat jualan. Sueeepi. Mahasiswa hilang,” terangnya.
Dirinya pun berpikir, bertahan saja dari hantaman pandemi, sudah bisa aman. Dia tidak berpikir untuk menerjang pandemi, karena menurutnya energi dan finansialnya akan habis. Andika memilih menutup warungnya, dan membuka kembali saat kondisi sudah memungkinkan.