MALANG, Tugujatim.id – GP (12), santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, harus menjalani operasi di RS Lavalette Kota Malang karena tiga giginya lepas.
Siswa kelas tujuh itu mengaku giginya lepas karena diinjak temannya di ponpes, pada Kamis (22/12/2022) pagi, saat ia tidur-tiduran di kamarnya usai khataman.
Saat khataman itu, GP mengaku sempat menerima ledekan dari teman-temannya karena hafalan Al-Qur’an-nya tidak lancar. GP balas meledek meski tidak secara verbal. Ia menunjukkan jari berbentuk hati seperti yang sedang tren di kalangan anak muda.
“Terus ada yang nggak suka. Dia manas-manasi (memprovokasi). Padahal saya sudah minta maaf,” ucap GP, di rumahnya, di Kecamatan Pakis, pada Sabtu (24/12/2022).
GP mengaku mendapat pukulan di kepala, tendangan di paha dan pinggul kanan, serta injakan di bagian mulut hingga tiga gigi depannya lepas.
Teman-teman GP melerai dan menarik terduga pelaku keluar kamar. Salah seorang dari merekapun menyadari bahwa gigi GP telah lepas akibat kejadian tersebut. “Saya nggak merasakan apa-apa, tiba-tiba keluar darah. Terus yang tahu gigi saya lepas itu teman saya,” kata GP.
GP mendapat pertolongan pertama di Unit Kesehatan Pondok (UKP). Ia kemudian dibawa ke puskesmas oleh pihak ponpes, lalu dibawa ke dokter spesialis gigi, namun harus menunggu pukul 16.00 WIB.
Pada siang hari, orang tua GP datang ke ponpes untuk mengantar baju dan makanan. Begitu mendapati anak mereka terluka, mereka langsung membawanya ke Rumah Sakit Lavalette untuk mendapat penanganan.
Menurut GP, serta menurut catatan pondok, baik yang memprovokasi, maupun yang diduga melakukan kekerasan tidak memiliki catatan buruk. Mereka dikenal sebagai santri baik-baik.
GP juga mengatakan bahwa terduga pelaku bukan teman sekelas maupun teman sekamarnya. Mereka hanya sering berpapasan saja karena kamar mereka berada di satu lorong.
Ayah GP, EE (35) mengatakan bahwa ia akan menempuh jalur hukum terkait kasus ini. “Sore ini hasil visumnya keluar. Insyaallah hari Senin akan melapor ke polisi,” kata EE.
Meski berharap terduga pelaku mendapat hukuman agar jera, EE mengatakan bahwa ia akan melihat itikad baik dari sisi keluarga terduga pelaku. Hingga saat ini, kata EE, komunikasi mereka masih dijembatani oleh ponpes.
“Yang saya tuntut, pelaku harus dikeluarkan dari pondok. Soalnya kami melihat masa depan teman-teman yang lain, agar tidak jatuh korban berikutnya,” kata EE.
Dari pihak ponpes sendiri, EE mengatakan bahwa mereka sudah datang ke rumah untuk menjenguk GP dan melakukan upaya mediasi.
Ke depannya, GP akan mengikuti pelajaran secara daring. Sementara untuk hafalan Al-Qur’an akan dilakukan di rumah salah satu ustaz ponpes yang tak jauh dari rumahnya. “Pondok menginginkan untuk anak saya ini tetap dikasih fasilitas sampai sekarang. Nanti juga ada guru BK dan psikolog. Jadi pihak pondok bertanggung jawab,” imbuh EE.