Tugujatim.id – Rasa cemas atau khawatir yang berlebihan atau overthinking kerap melanda seseorang. Namun, bukan hal mustahil untuk mengurangi rasa khawatir tersebut. Kunci untuk menguranginya adalah dengan mengatur pikiran dan interpretasi/value judgement kita terhadap peristiwa yang kita alami.
Filosofi Teras atau Stoa dapat membantu kita mengendalikan diri terutama ketika merasakan emosi negatif. Berikut beberapa hal yang perlu diingat dan diterapkan agar hidup lebih tenang dan terbebas dari overthinking. Apa saja?
1. Fokus pada hal yang bisa dikendalikan
Filosofi Teras mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari sesuatu hal yang bisa kita kendalikan. Di mana sesuatu yang bisa kita kendalikan adalah tujuan, keinginan, pikiran, dan perilaku kita.
Sering kita dihadapkan pada situasi yang tidak mengenakkan, seperti takut gagal wawancara pekerjaan, khawatir mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan ekspektasi orang tua, takut ditolak saat menyatakan cinta pada gebetan, dan banyak kekhawatiran lainnya.
Hal itu dapat dilihat bahwa seringkali kita khawatir pada hasil atau outcome dari sebuah peristiwa, yang mana kita tidak memiliki kendali atas hal tersebut. Dibandingkan memusingkan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, akan lebih baik mengalihkan pikiran pada hal lain yang bisa kita kontrol.
Kita mungkin tidak tahu apakah kita bisa lolos wawancara pekerjaan, apakah pernyataan cinta kita diterima sang gebetan atau tidak, tetapi kita bisa berupaya agar bisa diterima kerja ataupun diterima cintanya.
Fokuslah terhadap apa yang bisa kita kendalikan untuk dapat diterima kerja, yaitu dengan melakukan persiapan yang matang seperti berlatih wawancara, mempelajari job desk yang dilamar, mencari informasi mengenai profil perusahaan yang dituju, dll.
2. Ikhlas terhadap sesuatu yang tidak bisa kita kontrol
Jika kita menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang ada di luar kendali kita, maka bersiaplah untuk kecewa. Opini orang lain, kekayaan, kesehatan diri kita, persahabatan, dan kondisi saat kita lahir merupakan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan.
“Kenapa saya tidak terlahir good-looking?”
“Kenapa saya terlahir miskin?”
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan sebuah kesia-siaan karena kita tidak bisa mengubah apa yang ada di luar kendali kita.
Lalu, mengapa kekayaan dan kesehatan juga berada di luar kendali kita? Bukankah kekayaan dan kesehatan dapat diupayakan?
Ya, kekayaan dan kesehatan dapat diupayakan. Namun, perlu diketahui bahwa “kendali” bukan hanya tentang berusaha mencapai sesuatu, tetapi juga bagaimana mempertahankannya. Ambil saja contoh di masa pandemi ini, kita selalu menjaga kesehatan dengan rajin mencuci tangan dan memakai masker, tetapi kita masih berpotensi tertular virus jika orang-orang yang ada di sekeliling kita lalai menuruti protokol kesehatan.
Begitu kita sadar bahwa tidak semuanya bisa kita kontrol, maka keberanian akan muncul dalam diri kita. Kekayaan, kesehatan, persahabatan mungkin saja dirampas dari hidup kita tetapi kita masih bisa menjadi manusia utuh, manusia yang bisa tetap bahagia karena kita tidak menggantungkan kebahagian pada orang lain, pada sesuatu yang di luar kendali.
3. Mengendalikan persepsi dan interpretasi
Coba bayangkan situasi berikut:
- Gebetanmu tidak membalas pesan yang kamu kirimkan.
- Ban motormu kempes saat akan berangkat ke kampus.
Sebagai manusia normal, mungkin situasi tersebut membuat kita sedikit kesal. Akan tetapi, menurut Filosofi Teras situasi di atas adalah situasi netral (tidak baik, tidak buruk). Dalam mempraktikkan Filosofi Teras, penting bagi kita untuk mampu memisahkan antara apa yang ditangkap oleh indra dan interpretasi atas apa yang kita lihat atau dengar dalam menyikapi sebuah peristiwa.
Kembali pada situasi di atas, gebetan tidak membalas pesan adalah situasi netral. Namun, sebagian orang pasti kesal jika pesannya tidak dibalas. Apa yang membuat kita kesal? Persepsi dan interpretasi yang kita ciptakan atas kejadian itu adalah jawabannya.
“Kayaknya aku bukan prioritasnya”
“Kayaknya aku nggak penting buat dia”
“Pasti dia lagi chat-an sama yang lain”
Gebetan tidak membalas pesan adalah fakta objektif yang bisa ditangkap indra, tetapi respons seperti “kayaknya aku bukan prioritasnya” adalah value judgement subjektif yang kita tambahkan sendiri. Padahal ada alternatif interpretasi lain untuk menyikapi kejadian tersebut, misalnya “oh mungkin dia sedang sibuk, jadi belum sempat mengecek handphone”.
Benar yang dikatakan Epictetus, sesungguhnya bukan peristiwa/hal yang meresahkan kita, tetapi pikiran kita mengenai peristiwa/hal tersebut. Jadi, sebisa mungkin hindari memberikan interpretasi negatif terhadap peristiwa yang kita alami.
Itulah beberapa hal yang dapat dicoba agar terhindar dari rasa cemas yang berlebihan. Semoga dapat membantu mengurangi rasa cemasmu ya. Jika kamu ingin mengetahui Filosofi Teras atau Stoa secara lebih mendalam, kamu bisa membaca buku karya Henry Manampiring yang berjudul Filosofi Teras. (Retno Dwi Kinasih/gg)