Sosok Gus Dur akan selalu dikenang dengan kebijakan-kebijakannya yang memprakarsai konsep pluralisme di Indonesia. Meskipun hanya menjabat sebagai kepala negara selama 22 bulan namun Indonesia telah melewati sejumlah perubahan besar di masa kepemimpinan Presiden Presiden KH Abdurrahman Wahid. Salah satu dari cerita perubahan tersebut adalah cerita Gus Dur dan Papua.
Masyarakat Papua seringkali diasosiasikan dengan ketertinggalan dan separatisme. Persoalan mengenai keadilan bagi Papua masih menjadi diskusi bahkan sampai saat ini. Gus Dur sebagai sosok Presiden pada masa itu dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan masyarakat Papua dan mengerti persoalan yang dihadapi masyarakat Papua. Lantas, bagaimana sebenarnya Gus Dur memandang persoalan Papua?
Baca Juga: 5 Skill Penting untuk Sambut Tahun 2021
Gus Dur selalu menganggap bahwa kesalahan yang selalu melekat pada Indonesia adalah cara kita memandang Papua sebagai entitas yang berbeda dan cenderung diskriminatif. Hal ini yang kemudian berimbas pada pemecahan masalah yang ditawarkan oleh Pemerintah.
Pendekatan yang diberikan selalu melihat pada keamanan dalam menanggapi persoalan Papua. Padahal seharusnya Pemerintah lebih menggunakan pendekatan kemanusiaan dan budaya untuk merespons segala permasalahan terkait Papua.
Melalui pandangan yang demikian, Gus Dur telah memberikan sumbangsihnya untuk masyarakat Papua terutama dalam memberikan kesempatan bagi Papua untuk menyuarakan pendapat mereka. Melalui diskusi dan pertemuan yang dilakukan Gus Dur mengabulkan permintaan masyarakat Papua untuk mengubah nama identitas mereka. Sehingga secara resmi, pada 1 Januari 2000, nama Irian Jaya diubah menjadi Papua.
Menurut Gus Dur nama Irian Jaya tidak memberikan citra baik untuk masyarakatnya. Sambil menuturkan humor, beliau mengatakan bahwa menurut bahasa Arab, kata Irian Jaya bermakna ‘telanjang’. Lebih jauh, Gus Dur menjelaskan bahwa nama ini diberikan karena ketika orang Arab pertama kali mendarat di tanah Papua, mereka menemukan banyak masyarakatnya yang masih telanjang.
Selain itu, Gus Dur juga mengizinkan warga Papua untuk mengibarkan Bendera Bintang Kejora dan menyanyikan lagu ‘Hai Tanahku Papua’. Kedua hal ini adalah hal yang dilarang keras di masa pemerintahan Soeharto namun bagi Gus Dur persoalan ini menyangkut cara pandang seseorang. Dengan kesederhaan dan kesehajaannya, Gus Dur mengungkapkan bahwa kita seharusnya melihat Bendera Bintang Kejora seperti layaknya kita melihat deretan bendera tim sepak bola.
Baca Juga: 5 Trik Pencarian Google Andalan untuk Browsing Lebih Tepat
Cerita Gus Dur yang pada masanya memberikan ruang demokrasi bagi masyarakat Papua untuk mengekspresikan identitasnya akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia. Sikap menghormati pluralisme memang harus dimiliki oleh setiap individu bangsa Indonesia karena dengan kesatuan kita bias bergerak menjadi bangsa yang lebih sejahtera. (Andita Eka W/gg)
Referensi: nu.or.id dan kompas.com
Comments 2