MOJOKERTO, Tugujatim.id – Sebagai salah satu pesantren tertua di Mojokerto, Pondok Pesantren (Ponpes) As-Sholichiyah memiliki koleksi yang umumnya tak dimiliki pondok pesantren lain. Pondok ini menyimpan koleksi kitab kuno yang umurnya mencapai 400 tahun.
Ponpes yang berlokasi di Lingkungan Penarip, Kranggan, Kota Mojokerto, itu didirikan oleh KH Muhammad Ilyas yang berasal dari Pekalongan pada medio 1890-an Masehi.
“Pondok ini dulunya didirikan oleh KH Muhammad Ilyas, sekitar 1890-an dulu. Beliau asli orang Pekalongan,” kata Muhammad Ilyasin, putra kedua alm KH Rofii Ismail selaku pengasuh Ponpes As-Sholichiyah, pada Senin (3/4/2023).
Saat ini, kumpulan kitab kuno itu masih tersimpan rapi di kediaman alm KH Rofii Ismail, cucu KH Muhammad Ilyas. Agar tidak rusak, kitab-kitab warisan KH Muhammad Ilyas itu disimpan dalam almari kaca gelap berukuran 150 x 70 cm.
Setidaknya dapat dijumpai enam manuskrip kuno di dalam almari tersebut. Karena berumur ratusan tahun, kumpulan kitab itu tampak usang dan bagian tepinya nampak bekas dimakan hewan. Meski demikian, warna tinta kitab tulisan tangan dengan abjad Arab Pegon itu nampak cukup jelas.
“Kitab koleksi Abah saya (alm KH Rofii Ismail) dulu sangat banyak. Namun karena bencana banjir yang sempat melanda 2004 lalu, sementara hanya koleksi ini yang masih bisa diselamatkan,” terang Ilyasin.
Koleksi kitab kuno milik alm KH Rofii yang masih tersisa terdiri dari beberapa jenis. Mulai dari mushaf Al-Qur’an tulisan tangan KH Muhammad Ilyas, satu kitab dengan empat judul yang membahas tentang tasawuf, bahkan koleksi kitab tashrifan atau kitab tentang ilmu saraf kuno yang dikenal dengan Tashrifan Sono disertai manuskrip tahlil. Kitab Tashrifan Sono sendiri mengacu pada metode belajar bahasa Arab yang dipakai oleh Ponpes Sono Sidoarjo.
“Ada juga koleksi Tashrifan yang jarang dikaji, yaitu Tashrifan Sono. Biasanya kan tashrifan yang banyak dikaji itu karangan dari Kyai Ma’shum. Bahkan tersimpan juga tulisan tentang urutan tahlil mulai awal hingga akhir, lengkap dengan doanya juga,” kata Ilyasin.
Dari pengakuan Ilyasin, beberapa akademisi dan mahasiswa sering memakai koleksi manuskrip kuno milik alm KH Rofii sebagai bahan penelitian akademis. Dari situ, menurut mereka kitab-kitab kuno itu mempunyai usia sekitar 400 tahun.
“Banyak dosen dan mahasiswa ke sini, untuk mendapatkan data tentang penelitian. Dari kata mereka, koleksi kitab Abah saya ini usianya mencapai sekitar 400 tahun,” imbuh alumni Universitas Negeri Malang itu.
Untuk melestarikan peninggalan bersejarah itu, perwakilan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan kota Mojokerto sempat melakukan kerja sama digitalisasi naskah-naskah kuno tersebut. Bahkan sempat mengajukan permintaan agar koleksi kitab-kitab itu dipajang di museum kota. Namun Ilyasin menolaknya karena koleksi kitab tersebut menjadi wasiat mendiang orang tuanya agar dijaga dan dirawat.
“Sempat dibantu digitalisasi oleh Dinas Kearsipan Kota Mojokerto. Bahkan ditawari buat dipajang di museum. Tapi ini kan wasiat dari Abah. Jadi saya wajib merawatnya,” terang Ilyasin.
Sayangnya, koleksi kitab-kitab kuno itu belum mendapat perlakuan khusus agar terhindar dari kerusakan dan lapuk. Ilyasin mengaku hanya menjaganya agar tidak terkena tangan demi menjaga keutuhan kertas dari kitab-kitab kuno tersebut.
“Sementara ini yang bisa saya lakukan. Saya dapat wasiat agar kitabnya jangan sampai kena tangan, untuk menjaga kertasnya,” pungkasnya.