SURABAYA, Tugujatim.id – Emha Ainun Nadjib atau yang biasa dikenal dengan Mbah Nun, penulis naskah teater WaliRaja RajaWali, dalam pembukaan pagelaran di Kota Surabaya mengatakan, pementasan ini adalah doa dan harapan untuk bangsa Indonesia, Jumat (23/09/2022).
“Ini merupakan hasil perenungan doa dan harapan untuk masa depan Indonesia. Sumbangsih Maiyah kepada masa depan bangsa Indonesia yang menyangkut seluruh aspek kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan, dan seterusnya,” katanya dalam acara tersebut.
Drama kolosal yang dimulai sejak pukul 19.30 WIB itu bercerita tentang bangsa Nusantara dan kepemimpinan. Cerita yang ditampilkan memberi pemahaman akan pentingnya nilai, seiring dengan adanya degradasi nilai di Indonesia.
Selain itu, juga mengajak masyarakat untuk mengetahui pemimpin seperti apa yang sedang dibutuhkan Indonesia saat ini. Mbah Nun juga menjelaskan, WaliRaja bukan RajaWali, merupakan prinsip kepemimpinan dan manajemen kehidupan manusia yang berasal dari khazanah kebrahmanaan atau jagat rohaniah.
“Dengan bahasa yang lebih domestik, bisa disebut Brahmana-Raja, suatu tipologi kepribadian pemimpin yang diperlukan oleh hari esok bangsa Indonesia,” imbuhnya.
Istilah Brahmana yang juga berhubungan dengan Satriya, Sudra dan Pariya, menurut dia, bukan dalam arti kasta. Tapi, bahasa yang dipinjam untuk menjelaskan fokus tujuan hidup manusia. Yakni, Brahmana berarti manusia dengan konsentrasi nilai-nilai ketuhanan, kerohanian kebijaksanaan, dan keindahan. Tidak menolak materialisme, tapi tak mengutamakannya.
Sedangkan Sudra dan Pariya bedanya terletak pada penempatan posisi primer-sekunder antara ketuhanan dan keduniawian, dan antara kerohanian dengan materialisme. Pariya terpaksa menyembah keduniaan karena tidak punya pilihan, Sudra menomorsatukan materialisme karena ambisi dan kerakusan.
“Pemimpin Indonesia sebaiknya manusia yang berjiwa Brahmana, tapi bertugas sebagai Satriya. Jangan sampai pemimpin Indonesia adalah orang yang duduk di kursi Satriya, tapi berjiwa Sudra dan bermental Pariya,” ucapnya.
Untuk diketahui, teater ini merupakan bagian kedua dari trilogi lakon teater perdikan Yogyakarta. Pertama berjudul Mlungsungi, dan yang ketiga akan segera ditentukan judulnya.
Acara yang digelar hingga pukul 00.00 WIB ini dihadiri ribuan penonton. Setelah teater selesai ditampilkan, dilanjut dengan launching Hari Jadi Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unair ke-50 dan sinau bareng atau Maiyahan bersama.