Mulai Dari Keberhasilan Wujudkan UHC, Penekanan Angka Stunting, Hingga Pengendalian HIV/AIDS
MALANG, Tugujatim.id – Fasilitas layanan kesehatan prima dihadirkan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dalam mewujudkan masyarakat Kota Malang yang sehat. Pemkot Malang era Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji dan Wakil Wali Kota Malang, Ir H Sofyan Edi Jarwoko di 2018-2023 membukukan capaian fantastis di sektor kesehatan.
Sutiaji menyampaikan, capian program UHC Kota Malang 2023 sudah berada di angka 107, 68 persen. Berdasarkan data BPJS Kesehatan Malang, UHC Kota Malang pada 2022 mencapai 106,68 persen dan pada 2021 berada di angka 95 persen.
Diketahui, program Universal Health Coverage (UHC) merupakan sistem penjaminan kesehatan untuk memastikan setiap warga di suatu wilayah memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan bermutu dengan biaya terjangkau.
Capaian UHC itu menobatkan Kota Malang sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memenuhi cakupan kesehatan menyeluruh bagi masyarakatnya. Anugerah UHC itu diberikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI.
Optimalisasi kemudahan akses layanan kesehatan tersebut juga membuat angka indikator Umur Harapan Hidup (UHH) Kota Malang mencapai 73,75 pada 2022. Angka itu naik jika dibandingkan 2021 sebesar 73,75.
Dampaknya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Malang turut meningkat menjadi 82,71 di 2022. Di mana IPM Kota Malang pada 2021 berada di angka 82,04. Akselerasi IPM ini mengangkat Kota Malang masuk dalam kategori sangat tinggi dalam Status Pembangunan Manusia kabupaten/kota.
Dalam menjamin kesehatan masyarakat, Dinkes Kota Malang menyediakan layanan kesehatan berupa satu RSUD, 16 puskesmas, dan 33 pustu. Layanan kesehatan itu ditunjang oleh 90 dokter umum, 32 dokter gigi, 198 perawat, 173 bidan, dan ratusan nakes lainnya seperti apoteker, nutrisionis, hingga penyuluh kesehatan.
Tak hanya itu, keberadaan sejumlah rumah sakit, klinik, dan layanan kesehatan swasta yang ada di Kota Malang juga turut digandeng dalam mewujudkan masyarakat Kota Malang yang sehat.
“Fungsi-fungsi fasilitas kesehatan tingkat pertama, puskesmas, klinik, puskesmas pembantu hingga dokter akan terus kami kuatkan. Ini adalah tanggung jawab kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan,” kata Sutiaji.
Berkolaborasi dengan BPJS Kesehatan Malang, Pemkot Malang juga telah meluncurkan aplikasi E-JKN Cekat yang merupakan aplikasi layanan kepesertaan JKN bagi masyarakat Kota Malang. Aplikasi ini bisa digunakan untuk melakukan pengajuan ataupun penonaktifan kepesertaan BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh Pemkot Malang.
“Alhamdulillah hingga saat ini sudah terdaftar sekitar 11 ribu lebih warga yang telah terdaftar jadi peserta BPJS Kesehatan melalui E-JKN Cekat. Tentu ini mendukung program Universal Health Coverage di Kota Malang yang sudah mencapai 107,68 persen,” tuturnya.
Inovasi digitalisasi akses layanan kesehatan ini juga menobatkan Kota Malang meraih Anugrah Apresiasi Pemerintah Daerah Indonesia (APDI) B-Universe 2023 dalam kategori Transformasi Digital Terintegrasi.
Tidak hanya itu, upaya lain seperti penekanan angka stunting juga digencarkan Pemkot Malang. Bahkan, strategi penurunan angka stunting telah jelas tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang Tahun 2018-2023.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita stunting di Kota Malang mencapai angka 16 persen di 2023. Angka itu mengalami penurunan jika dibandingkan pada 2022 lalu yang sempat mencapai angka 18 persen dan pada 2021 mencapai angka 25,7 persen. Capaian itu juga mendapat penghargaan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Sutiaji menyampaikan bahwa ada kolaborasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Malang bersama seluruh stakeholder di Kota Malang. Gerakan botom up dari seluruh pihak perangkat kelurahan di Kota Malang juga digencarkan dalam menekan angka stunting.
“Penurunan angka stunting tentu dibutuhkan kolaborasi dengan semua pihak. Sehingga, bukan hanya tanggungjawab satu OPD saja, tapi semua pihak. Bahkan sampai di lingkungan kelurahan,” kata Sutiaji.
Menurutnya, capaian menurunkan angka stunting Kota Malang tak lepas dari strategi jitu penyaluran asupan gizi, penyediaan sanitasi yang berkualitas, air bersih, hingga edukasi atau pendidikan pra nikah dan ibu muda agar mampu menjaga asupan gizi yang layak.
Soal edukasi bagi ibu muda atau masyarakat pra nikah, Pemkot Malang melalui Dinkes Kota Malang berkolaborasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang untuk gencar memberikan wawasan tentang pentingnya menjaga kestabilan tubuh demi masa depan anak-anaknya.
“Jadi dari sebelum menikah, mereka sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Lalu tata cara ketika sudah berumah tangga, setelah menikah, ketika mengandung, hingga pasca melahirkan seperti apa literasinya. Itu dilakukan pendampingan oleh para kader dan nutrisionis,” jelasnya.
Di sisi lain, evaluasi kinerja seluruh pihak yang dilibatkan dalam upaya menekan angka stunting hingga optimalisasi platform pendataan juga menjadi perhatian serius. Untuk itu, pihaknya menekankan pentingnya akurasi data dan intervensi teknologi dalam mengakselerasi angka stunting di Kota Malang.
“Satu data stunting dari by name, by address, dan by need harus diperkuat. Begitu juga dengan peran pentahelix dari berbagai sektor, mulai peran pemerintah, masyarakat, akademisi, hingga pengusaha,” ucapnya.
Sofyan Edi Jarwoko yang juga merupakan Ketua Tim Percepatan dan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Malang menambahkan bahwa pendampingan bagi calon ibu maupun ibu muda secara berkala penting dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya stunting pada anak. Para ibu muda juga didorong agar bisa memberikan ASI eksklusif untuk anak-anaknya.
“Kami berharap angka stunting Kota Malang turun menjadi 14 persen di 2024. Berikutnya sampai 2023 kita bisa zero stunting,” ujarnya.
Selain itu, apresiasi untuk Pemkot Malang juga atas capaian pengendalian HIV/AIDS. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, temuan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Malang mencapai 84 kasus sepanjang 2021. Pencegahan virus HIV menjadi perhatian serius bagi pemerintahan era Sutiaji dan Sofyan Edi Jarwoko agar angka penyebarannya benar-benar bisa ditekan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang, dr Husnul Muarif mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah melakukan penguatan pengawasan terhadap sebaran virus tersebut. Salah satunya dengan menghadirkan layanan deteksi dini HIV/AIDS di semua puskesmas yang ada di Kota Malang.
Dikatakan, penyakit menular itu memang menjadi prioritas yang wajib ditangani. Kini, 16 puskesmas yang ada di Kota Malang seluruhnya sudah bisa melakukan deteksi awal hingga tes penyakit HIV. Bahkan, 10 puskesmas di antaranya telah memiliki fasilitas Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP) bagi penderita HIV. Sedangkan enam puskesmas lainnya tengah berproses.
Adapun proses deteksi gejala awal HIV/AIDS di puskesmas Kota Malang yakni melalui tes VCT atau Voluntary Counselling and Testing. Jika hasil tes VCT mengarah pada gejala HIV, maka akan diarahkan untuk tes cepat atau R1. Jika hasil R1 reaktif, akan diarahkan untuk tes R2. “Dari hasil tes R2 ini baru nanti kami simpulkan kondisi pasien,” jelasnya.
Di puskesmas, tim medis juga akan melakukan memeriksa penyakit penyertaan seperti gangguan hipertensi, gula darah, pembuluh darah, hingga jantung dari pasien yang reaktif tes R2. Jika pasien memiliki penyakit penyerta, maka akan dirujuk ke RS untuk mendeteksi jumlah virus HIV seperti di RSSA, RSI, RS Lavallete, RS Panti Nirmala, PS Persada, hingga RKZ Kota Malang.
Di sisi lain, Husnul mengatakan bahwa puskesmas di Kota Malang juga bekerjasama dengan yayasan hingga komunitas dalam memberikan penyuluhan atau edukasi soal antisipasi penyebaran virus HIV hingga penanganan penyakit HIV kepada masyarakat.
Husnul menyampaikan bahwa penyebaran virus HIV di Kota Malang umunya disebabkan oleh perilaku seksual seperti biseksual hingga heteroseksual. Selain itu, juga bisa disebabkan oleh penggunaan jarum suntik yang sama. Tak hanya itu, virus HIV juga bisa menular melalui transplasental atau penularan virus yang terjadi pada anak dalam kandungan seorang ibu yang terinfeksi HIV.
Dikatakan, tren penambahan kasus HIV di Kota Malang memang terus ada. Menurutnya, penderita HIV baru di Kota Malang jumlahnya bervariasi. Sebab, pasien HIV tak hanya berasal dari warga Kota Malang saja, namun juga dari pendatang atau warga luar kota yang berniat memeriksakan diri di Kota Malang.
“Tambahan kasus bervariasi, sebulan kadang ada 10 kasus. Karena yang melaporan itu dari puskesmas dan dari LSM atau mereka yang datang dari luar Kota Malang yang merasa nyaman berobat di Kota Malang,” paparnya.
“Rata-rata usianya ya usia produktif, mulai 15 hingga 59 tahun, itu yang terbanyak. Yang bayi juga ada, tapi terbanyak usia produktif itu,” pungkasnya.(ads)
Reporter: M Sholeh
Editor: Lizya Kristanti