Tugujatim.id – Teknologi digital telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Banyak cara baru yang sebelumnya tak dikenal, kini menjadi hal yang lazim dilakukan. Dan salah satu media digital yang akrab digunakan netizen adalah blog. Lalu, dalam menggunakan blog, apakah para blogger rentan dijerat UU ITE?
Untuk diketahui, blog merupakan media yang banyak digunakan sebagai sarana ekspresi diri dan berbagi informasi. Dulu, media cetak dan penyiaran menjadi sumber informasi utama. Namun, sejak kemunculan internet memungkinkan siapa pun dapat memublikasikan ide, opini, dan informasi ke seluruh dunia melalui dunia jagad maya. Sebab, kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi serta diatur perundang-undangan.
Lantas, bagaimanakah perlindungan hukum bagi para blogger, apakah mereka dinaungi UU Pers? Menurut Modul 1 Internet dan Hak Asasi Manusia, hukum HAM internasional harus melindungi blogger sebagaimana hukum tersebut melindungi jurnalis.
Definisi jurnalis dalam hukum hendaknya mencakup setiap individu atau badan hukum yang secara berkala atau profesional terlibat dalam pengumpulan dan penyebaran informasi kepada publik dengan cara komunikasi massa apa pun.
Masih dari sumber yang sama, banyak blogger yang menghimpun informasi terkait kepentingan publik dengan cara yang sama dengan jurnalis. Seperti wawancara narasumber, memeriksa fakta, dan mendiskusikan isu publik yang menarik. Di negara-negara yang memberlakukan sensor ketat terhadap media, blogger merupakan kesempatan emas bagi masyarakat untuk mendistribusikan informasi dan menggunakan hak mereka atas kebebasan berekspresi, tentunya kebebasan yang bertanggung jawab.
Namun, di sisi lain, tidak semua blogger adalah pihak yang kredibel. Bahkan, mereka memiliki beragam tujuan dan jenis. Kemudahan berbagi informasi melalui blog, menjadikan blogger tidak sekadar berbagi informasi penting. Tapi, juga untuk membagikan kesibukan pribadi atau keluarga, ada pula yang isinya opini tak berdasar, curhat, kata-kata kasar, serta ada juga blog yang isinya pornografi dan konten berbahaya.
Selain itu, blog sebagai salah satu media digital, tidak lagi idealis sebagai media berekspresi dan kebebasan berinternet. Tapi, ada juga yang melalukan komodifikasi informasi. Mengutip dari buku Homo Digitalis: Manusia dan Teknologi di Era Digital, Mosco, menyebut bahwa komodifikasi merupakan proses perubahan sesuatu yang bernilai fungsi menjadi produk yang bernilai dan memberikan perubahan. Sementara komodifikasi informasi adalah cara yang dilakukan oleh media dengan menempatkan nilai fungsi sebuah informasi untuk diubah menjadi nilai komoditas.
Artinya, blog dapat digunakan untuk kepentingan tertentu dan mencari keuntungan. Contohnya, blogging dapat menghasilkan uang dari tulisan-tulisan yang dibagikan melalui blog. Terlebih jika blog tersebut terkenal dan dapat memengaruhi kehidupan masyarakat karena informasi yang menarik dan banyak dibutuhkan publik.
Maka, selain berdampak positif dengan mempermudah berbagi dan memperoleh informasi, kebebasan yang tak terkendali menjadikan blogger bertindak bebas dalam menyebarkan informasi untuk berbagai tujuan. Dari mencari keuntungan, menyebar berita yang menyesatkan kepada publik (hoax), propaganda isu SARA untuk mengacaukan publik, dan lain-lain. Sebab, aktivitas komodifikasi informasi yang dibiarkan tidak terjangkau oleh hukum media dan teknologi yang berlaku saat ini.
Di Indonesia sendiri, belum ada peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur tentang jurnalisme warga dan blogging. Kegiatan jurnalistik untuk diberitakan adalah pekerjaan wartawan yang diatur dan dilindungi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mengutip dari Modul 1 Internet dan Hak Asasi Manusia, hal ini mengakibatkan blogger tidak mendapatkan perlindungan hukum layaknya wartawan walaupun mereka melalukan praktik jurnalistik. Sebab, mereka bukan wartawan. Bahkan, blogger rentan dijerat UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya pasal pencemaran nama baik, penghasutan berbasis SARA, pengancaman lewat media online, dan ketentuan lainnya.
Realitas ini hendaknya menjadi alarm bagi publik, khususnya para blogger, agar berhati-hati dalam memublikasikan informasi di ruang siber. Walaupun mereka menjalankan kebebasan berekspresi, hendaknya tetap mematuhi kode etik jurnalistik dan regulasi yang berlaku. Terpenting, blogger membagikan informasi yang sesuai fakta, berdasar, dapat diuji kebenarannya, jelas sumbernya, tidak menyesatkan pembaca, dan dapat dipertanggungjawabkan.