JAKARTA, Tugujatim.id – Pemerintah resmi menetapkan kenaikan harga Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 12,5 persen pada tahun 2021 mendatang. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam jumpa pers secara virtual, Kamis (10/12/2020) siang.
“Kita akan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen,” terang Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui channel YouTube Kementerian Keuangan RI tersebut.
Ia menyatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai rokok itu seharusnya dilakukan pada bulan Oktober 2020 ini. Namun, pada bulan Desember baru disahkan karena adanya pandemi.
Baca Juga: LSI Denny JA Sebut Tingkat Partisipasi Pemilih di Kabupaten Malang Masih Rendah
Sri Mulyani mengatakan pemerintah perlu menyeimbangkan aspek kesehatan dan aspek perekonomian, yakni kelompok yang terkena dampak pandemi yaitu buruh dan petani.
Berikut adalah beberapa pokok kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021 yang Sir Mulyani paparkan. Pertama, hanya besaran tarif cukai hasil tembakau yang berubah, mengingat adanya pandemi ini; Kedua simplifikasi digambarkan dengan memperkecil celah tariff antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan II A dengan SKM golongan II B, serta Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan II A dengan SPM golongan II B; Ketiga, kenaikan tarif masing-masing sesuai dengan besaran harga jual eceran di pasaran.
Kelompok industri sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan tarif dikarenakan situasi pandemi dan serapan tenaga kerja yang besar oleh Industri Hasil Tembakau (IHT). Industri padat karya tersebut mempekerjakan 158.552 buruh.
“Kenaikannya 0 % untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar”, imbuh Sri Mulyani.
Pertimbangan Sri Mulyani Menaikkan Tarif Cukai Rokok
Sri Mulyani menjelaskan pemerintah memiliki 5 dimensi sebagai pertimbangan kenaikan tarif cukai rokok. Dimensi pertama adalah kesehatan masyarakat. Pemerintah ingin cukai rokok dapat mengurangi kelaziman merokok pada perempuan, anak dan orang dewasa. Dimensi kedua yaitu tenaga kerja pada industri rokok. Tenaga kerja yang dimaksud adalah yang memproduksi rokok kretek tangan karena proses pelintingannya masih manual.
Baca Juga: Mengenang Sosok Gus Dur: Pluralisme dan Cerita Tentang Papua
Dimensi ketiga adalah petani yang menghasilkan tembakau dan memasok di dalam industri rokok. Dimensi keempat mengenai peredaran rokok ilegal. Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengaku semakin sulit melakukan pemberantasan terkait maraknya rokok ilegal di pasaran. Dimensi terakhir yaitu penerimaan negara.
Hal ini bukan menjadi pertimbangan utama pemerintah namun Sri Mulyani telah menegaskan, “Kami akan terus memberantas rokok ilegal dan menjaga kepentingan penerimaan negara,” pungkasnya.
Daftar Harga Kenaikan Cukai Rokok Tahun 2021
Golongan Sigaret Putih Mesin
1. Sigaret Putih Mesin Golongan I 18,4 %
2. Sigaret Putih Mesin Golongan II A 16,5 %
3. Sigaret Putih Mesin Golongan II B 18,1 %
Golongan Sigaret Kretek Mesin
1. Sigaret Kretek Mesin Golongan I 16,9 %
2. Sigaret Kretek Mesin Golongan II A 13,8 %
3. Sigaret Kretek Mesin Golongan II B 15,4 %.
Baca Juga: Pilkada Sumenep: Fauzi-Nyai Eva Unggul Versi Quick Count
Pemerintah telah siap memfasilitasi dan juga mendorong kegiatan ekspor dengan adanya industri hasil tembakau yang ada di Indonesia. Ekspor tersebut telah memiliki daya saing yang tinggi dibanding ekspor lainnya. Melalui kebijakan tarif cukai hasil tembakau, Pemerintah berharap di tahun 2021 indutri hasil tembakau akan segera pulih. (Nurul K/gg)
Comments 1