MOJOKERTO, Tugujatim.id – TikTok Shop di Indonesia memang resmi berhenti beroperasi sejak 4 Oktober 2023, pukul 17.00 WIB. Artinya, sudah sepekan lebih TikTok Shop tidak bisa diakses oleh penggunanya di Tanah Air. Melihat kebijakan itu, dosen Unim Mojokerto pun angkat bicara.
Kebijakan menutup TikTok Shop di Indonesia, kondisi ini tentu membuat sejumlah orang beralih ke beberapa pilihan marketplace yang tersedia. Namun, belakangan kembali viral bahwa ada sejumlah pedagang menuntut pemerintah untuk menutup aplikasi marketplace seperti Shopee maupun Lazada.
Para penjual barang jadi di pasar tradisional ini beralasan bahwa omzet mereka terjun bebas karena hadirnya aplikasi belanja online tersebut.
Hal ini turut memantik perhatian dosen Unim Mojokerto Eny Setyariningsih. Menurut Eny, kehadiran marketplace merupakan sesuatu yang wajar, bahkan tidak bisa ditolak. Tidak hanya itu, platform digital seperti marketplace menawarkan begitu banyak kelebihan.
“Marketplace itu merupakan sarana, wadah, dan fasilitas yang sangat menjanjikan bagi seseorang atau pelaku usaha untuk mempromosikan, menjual, atau bertransaksi produk berupa barang dan jasa dalam jangkauan geografis dan waktu yang tidak terbatas,” ujar Eny, Jumat (13/10/2023).
Selain menawarkan kelebihan kepada penjual, marketplace juga memberi kemudahan bagi konsumen. Terlebih ada pergeseran kebiasaan dan gaya hidup masyarakat karena pengaruh dari perkembangan teknologi.
“Gaya hidup masyarakat secara umum sudah bergeser secara drastis. Tentu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya berusaha dipenuhi tanpa harus datang ke tempat belanja secara langsung. Karena itu, platform digital seperti marketplace merupakan salah satu alat untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat secara umum,” imbuh Eny.
Sementara saat disinggung tentang kondisi ekstrem seperti andai seluruh marketplace tutup, Eny menjelaskan, ada pergeseran besar andai hal tersebut benar-benar terjadi. Seperti penjual retail harus menjalin kemitraan dengan penjual besar agar dapat menembus pasar ekspor. Tentu hal ini disertai dengan beberapa catatan.
“Kalau tidak ada marketplace, bisa saja penjual retail mengekspor jualan ke luar negeri. Pastinya dengan catatan bahwa kualitas, kuantitas, serta kontinuitas produk harus terjaga,” beber Eny.
Tidak hanya itu, keputusan menutup seluruh marketplace juga membutuhkan analisis strategi yang mendalam. Seperti kebijakan pelaku usaha bermitra dengan pelaku usaha lain.
“Nah, andai tidak ada lagi marketplace, maka semua akan kembali kepada sistem perdagangan tradisional dengan segala macam keterbatasan. Ini bisa menjadi sebab kemunduran kegiatan perekonomian nasional,” ujar Eny.
Writer: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Dwi Lindawati