SMPN 18 Surabaya Gelar Pameran Bersama, Ada yang Angkat Isu Mental Health

SMPN 18 Surabaya.
Para pengunjung menikmati pameran lukisan yang digelar SMPN 18 Surabaya di Gedung Merah Putih Balai Pemuda Surabaya. (Foto: Izzatun Najibah/Tugu Jatim)

SURABAYA, Tugujatim.id Kreativitas memang tidak ada batasan umur. Seperti yang nampak pada lukisan-lukisan karya pelajar SMPN 18 Surabaya yang terpajang di dinding Gedung Merah Putih, Balai Pemuda Surabaya, Minggu (12/03/2023).

“Ini adalah kegiatan pameran dari ekstrakurikuler SMPN 18 Surabaya. Jadi, ekskul kan tempat anak-anak mengembangkan minatnya. Ternyata, menurut guru seni budayanya lukisan-lukisan mereka pantas untuk dipamerkan,” ujar Kepala SMPN 18 Surabaya Agustina Susi Utami.

Susi mengatakan, sebelumnya kegiatan ini merupakan salah satu bentuk pameran bersama dari beberapa SMP se-Surabaya. Namun, sekolah-sekolah tersebut lantas mengundurkan diri. Terkait alasannya, Susi tidak mengetahuinya secara pasti.

“Sebelumnya pameran ini tuh seharusnya digelar sama beberapa SMP, tapi mereka mengundurkan diri. Lha murid saya telanjur sudah membuat karya, sayang kalau nggak dipamerkan,” ujarnya.

Pameran lukisan SMPN 18 Surabaya.
Aryah berpose di depan empat karya lukisannya yang digelar SMPN 18 Surabaya di Gedung Merah Putih Balai Pemuda Surabaya. (Foto: Izzatun Najibah/Tugu Jatim)

Kegiatan ini juga salah satu pelaksanaan program Sekolahe Arek Suroboyo (SAS). Program yang dicanangkan Dinas Pendidikan Kota Surabaya sejak 22 November 2022, di mana sekolah tidak boleh memberlakukan pekerjaan rumah (PR) dan menuntut guru untuk improvisasi, kreatif, dan inovatif.

“Dinpendik Kota Surabaya memotivasi sekolah-sekolah untuk punya inovasi, membangkitkan talenta anak-anak. Jangan sampai anak-anak lepas dari bidang akademi, religi, dan talenta. Dan ini sebagai bentuk sikap kami,” jelasnya.

Melihat talenta dan kreasi para siswanya, Susi mengaku takjub dan berharap agar talenta mereka dapat berkembang dan konsisten.

Sementara itu, pameran ini juga tidak lepas dari arahan Budi Santoso, guru seni budaya SMPN 18 Surabaya. Dia mengungkapkan, 18 karya lukis yang terpajang merupakan hasil karya pelajar kelas 7 hingga 9.

“Ini seluruhnya bukan karya anak-anak ekstra seni lukis. Ada beberapa anak yang bukan anggota, tapi punya bakat melukis dan gambarnya bagus-bagus,” paparnya.

Sebagai pengarah siswa, Budi melihat anak didiknya memiliki perkembangan yang signifikan dalam mengolah talenta melukis selama pandemi. Ya saat pandemi, sistem belajar luring di rumah bisa jadi membangun kreativitas seseorang dalam mengisi waktu luang.

“Saya melihat perkembangan anak-anak ini luar biasa. Apalagi waktu pandemi, saya kan ketemu mereka pas kelas 9. Ternyata gambarnya pada bagus-bagus,” bebernya.

Selain itu, dia mengatakan, ada satu karya milik alumni SMPN 18 yang juga turut dipamerkan.

“Saya ingin menunjukkan bagaimana kakak kelas yang dulu pernah ikut ekstra lukis dan dia konsisten sekarang talentanya berkembang serta punya karya lukis yang bagus,” tuturnya.

Selain menjadi guru seni budaya, Budi juga mengasuh sebagai pengajar di ekstrakurikuler melukis. Selama latihan, Budi mengatakan, lebih membebaskan anak didiknya dalam berkreasi.

“Saya hanya memberi dasar-dasar gambar realis. Tidak menuntut anak-anak untuk mengikuti satu aliran tertentu, bebas. Tidak ada tema tertentu, saya membebaskan anak-anak untuk berkarya. Terpenting, maknanya membawa kebaikan karena kreasi anak-anak sendiri,” ucapnya.

Dia juga mengajarkan anak-anaknya bahwa karya seni juga dapat menjadi media untuk menyampaikan segala bentuk emosi.

SMPN 18 Surabaya gelar pameran.
Debi Rosita dengan karya lukisnya (atas) di Gedung Merah Putih Balai Pemuda Surabaya. (Foto: Izzatun Najibah/Tugu Jatim)

“Kalau anak-anak sedang stres, saya suka ngajak anak-anak untuk mengotori tembok. Cat dimasukkan plastik terus dilempar ke tembok. Pokoknya bersenang-senang, bagaimana caranya agar karya seni bisa jadi media untuk melepaskan beban dan depresi,” tandanya.

Budi menekankan untuk menghasilkan karya, yang terpenting membutuhkan niat dan konsisten serta menerima segala bentuk kritikan.

Menariknya, di sisi kanan ruangan ada empat lukisan ekspresionisme dengan nuansa monokrom. Empat lukisan tersebut karya Arsyah Putri Badrul, siswi kelas 8 E. Sekilas, lukisan-lukisan tersebut seperti bentuk perasaan emosi yang tervisualisasikan.

“Saya berpikir masih banyak manusia yang memerlukan kasih sayang. Manusia juga sering nggak sadar sama orang lain. Manusia juga banyak menghabiskan waktu untuk banyak hal yang tidak bermanfaat, ujung-ujungnya menyesal,” kata Arsyah.

Selain itu di sisi paling sudut, satu karya milik Debi Rosita berjudul “Stress!”. Berbentuk abstrak, gradasi warna tidak beraturan dan polesan cat lukis yang tidak jelas. Debi mengatakan, dengan melukis dia dapat meluapkan emosinya.

“Lukisan ini menjelaskan tentang situasi yang stres. Kadang orang memerlukan sesuatu untuk meluapkan emosinya, akhirnya cuma bisa diam dan bersikap baik-baik saja,” tutupnya.