SURABAYA, Tugujatim.id – Dalam beberapa hari terakhir, muncul fenomena busa di kawasan Sungai Tambak Wedi, Surabaya. Hal tersebut terjadi lantaran tingginya pencemaran limbah domestik dari warga yang masuk ke sungai.
Menanggapi hal itu, pecinta alam dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), Muhammadiyah Pecinta Alam Semesta (Mupalas) mendorong agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membangun tempat pengelolaan limbah di kawasan tersebut.
Hal tersebut sempat dilakukan aksi teatrikal oleh Mupalas UMS di kawasan Tambak Wedi, Senin (22/3/2021) lalu. Setidaknya terdapat 14 anggota yang ikut menyuarakan agar Pemkot Surabaya membangunan kanal air khusus, sehingga limbah pabrik dan limbah domestik memiliki proses pengelolaan dan tidak langsung dibuang ke sungai.
“Sudah tercemar (aliran sungai Tambak Wedi, red), kampanye itu tujuannya mendesak pemerintah untuk membangun kanal-kanal air khusus sehingga limbah pabrik, limbah domestik itu ada pengelolaannya jadi tidak langsung ke sungai yang nantinya akan berdampak pada ekosistem sungai dan laut,” terang Ketua Umum Mupalas UMS Divisi Konservasi, Dewantari Putri Abadi atau Randu dihubungi via daring, Rabu (24/03/2021).
Mupalas UMS Agendakan Edukasi Masyarakat Tambak Wedi
Selesai menjalankan kampanye dan teatrikal tempo waktu, ada program edukasi masyarakat di kawasan Tambak Wedi yang akan dijalankan Mupalas UMS pada Rabu (24/03/2021) sore nanti. Edukasi itu bertujuan untuk mendidik masyarakat mengenai pencemaran air di kawasan Tambak Wedi, Kota Surabaya.
“Nanti sore kami ada edukasi mengenai pencemaran air di Tambak Wedi. Sambil kami mengajukan surat pengaduan pada DLH Surabaya (dinas lingkungan hidup, red) terkait penemuan kami dan penelitian hasil pencemaran air di Tambak Wedi. Pengiriman surat ke Pemkot Surabaya, tapi yang ini masih proses,” jelasnya.
Selain itu, Randu menjelaskan terkait penemuan dan hasil penelitian, bahwa gunungan busa menyerupai salju di Tambak Wedi mengakibatkan tingginya kadar Phospat, Total Dissolved Solid juga menimbulkan dampak dan pencemaran partikel mikroplastik pada biota perairan Tambak Wedi dan Selat Madura.
“Menurut penelitian Ecoton, Komunitas Tolak Plastik (KTP) Sekali Pakai dan Mupalas, ditemukan bahwa dalam 100 liter air sungai Tambak Wedi mengandung 20 partikel mikroplastik. Air sungai di Tambak Wedi terkontaminasi mikroplastik jenis fiber,” imbuh mahasiswi Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMS tersebut.
Apalagi bila diamati melalui mikroskop binokuler dengan pembesaran 40-100 kali, ditemukan partikel mikroplastik jenis fiber sebesar 20 micrometer. Eka Chlara Budiarti, Peneliti Microplastik Ecoton melalui rilis menyampaikan bahwa jenis mikroplastik fiber bersumber dari serpihan tekstil pakaian yang umumnya terbuat dari polyester.
“Mikroplastik jenis fiber selalu mendominasi temuan partikel mikroplastik di perairan, hal ini karena limbah cair rumah tangga atau limbah domestik dari pemukiman tidak memiliki sistem pengolahan jadi langsung dibuang ke sungai, limbah sisa cucian atau laundry tanpa di saring langsung terbuang kesungai,” tutur alumnus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya mikroplastik itu, jelas Eka, berupa turunnya kualitas sperma dan menopause dini. Lantaran mikroplastik sudah tidak terkendali, sehingga perlu regulasi dan bantuan dari pemerintah untuk melarang hingga mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti sachet, tas kresek, sedotan, botol ait minum.
“Di dalam mikroplastik terdapat senyawa-senyawa aditif seperti Phtalat, Bhispenil A, dan Alkylfenol yang bersifat pengganggu hormon, banyak temuan yang menunjukkan paparan mikroplastik dapat menyebabkan turunnya kualitas sperma dan menopause dini,” terangnya.
“Sumber mikroplastik saat ini tidak terkendali sehingga butuh regulasi Pemerintah kota dan kabupaten untuk melarang dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti sachet, tas kresek, sedotan, botol air minum sekali pakai, dan sachet, sedangkan untuk masyarakat harus mulai menggurangi dan menolak pemakaian plastik sekali pakai,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dikutip dari World Wide Fund for Nature (WWF) Internasional, sehari manusia mengkonsumsi 0,7 gram mikroplastik, dalam 10 hari 2 lembar plastik seukuran kartu ATM seberat 7 gram dikonsumsi manusia. Mikroplastik berasal dari air minum dalam kemasan, air minum, seafood dan makanan yang dikonsumsi setiap hari umumnya di bungkus plastik, styrofoam, melalui sedotan. (Rangga Aji/gg)