Sumi menambahkan, obyek fantasi seksual para pengidap fetish ini bersifat random alias acak. Tergantung dari persepsi erotisme dan pengalaman individu itu sendiri.
”Kalau orang umumnya ngeliat bibir itu bergairah, tapi kalau pengidap fetish tidak,” ujarnya.
Lebih lanjut, pengidap fetish, kata Sumi bisa jadi ada di sekitar kita. Namun memang tidak mudah dalam mengidentifikasi ciri-ciri mereka karena memang sifatnya yang terselubung. Namun tetap perilakunya bisa dideteksi sejak dini di usia remaja hingga dewasa.
Gejala yang paling bisa diamati adalah perilaku anak saat melihat satu objek terus-menerus selama 6 bulan lamanya. Hingga kemudian pengidap ini akan memiliki fantasi atau perasaan senang berlebih jika menemui objeknya.
”Bahkan sampai dikoleksi. Nah itu perlu dicurigai karena bisa jadi cenderung mengarah ke fetish jika tak terkendali,” ungkapnya.
Biasanya, orang dengan gangguan aseksual ini juga asosial. Dia sering terlihat murung dan menyendiri. Fungsi manusia sebagai makhluk sosial dan pribadi ikut terganggu.
”Karena memang ada tekanan pribadi dalam dirinya sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan dan bersosialisasi dengan baik sehari-hari,” tandasnya.