SURABAYA, Tugujatim.id – Bergabungnya Wali Kota Solo yang juga anggota PDI Perjuangan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto mengundang banyak perhatian. Salah satunya dari akademisi Unair Surabaya.
Hal ini terjadi karena manuver politik anak Presiden Jokowi tersebut tentunya bentuk oposisi dari kubu Koalisi Indonesia Maju. Dosen Ilmu Politik Unair Irfa’i mengatakan, strategi pemasangan Gibran ini tidak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi terkait batasan umur capres-cawapres boleh di bawah 40 tahun asal memiliki pengalaman menjadi kepala daerah.
Dia menilai, sosok Gibran juga tidak lepas dari pengaruh Presiden Jokowi yang mendominasi politik nasional.
“Gibran sebagai anak pertama memunculkan pertanyaan, apakah ini tanda pembangunan politik dinasi?” katanya pada Jumat (27/10/2023).
Menurut dia, hal tersebut memengaruhi opini publik. Terlebih, karir Gibran di dunia pemerintahan cukup melesat. Dua tahun menjabat sebagai Wali Kota Solo langsung menuju Pilpres 2024.
“Kami tidak bisa melepas Gibran dari pengaruh Jokowi sebagai presiden aktif saat ini. Mengingat kekuasaan Jokowi sangat besar dan mendominasi sistem politik nasional,” ucapnya.
Selain itu, putusan MK juga dinilai ikut berperan. Akademisi Unair Irfa’i mengatakan, wajar jika putusan tersebut mengerucut pada sosok Gibran.
“Regulasi itu seakan ‘pesanan’ untuk melanggengkan Gibran ke panggung Pemilu 2024,” jelasnya.
Bagi dia, tentu putusan tersebut menimbulkan pertanyaan publik. Mengingat Ketua MK Anwar Usman merupakan paman Gibran atau adik ipar Presiden Jokowi.
“Ini timbul pertanyaan tentang resistensi terhadap intervensi dari kepala negara atau kepentingan keluarga. Keputusan ini juga memperkuat tuduhan politik dinasti dan oligarki dalam politik Indonesia,” terang Irfa’i.
Tidak selesai pada sosok Gibran yang disebut masih menjadi anggota PDI Perjuangan, manuver politik juga dilakukan oleh sang adik, Kaesang Pangarep yang baru juga dilantik menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas (PSI).
Dalam hal ini, akademisi Unair Irfa’i menilai bahwa akan sulit jika berdiri di dua kaki. Bagi dia, Pemilu 2024 harus memperjelas titik keberpihakan.
“Ini tentu bukan keputusan semalam, tapi perundingan sudah jauh-jauh hari dan telah dipertimbangkan dengan matang oleh Gibran dan Jokowi,” ujarnya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati