TUBAN, Tugujatim.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim lewat Forkopimda Jatim telah membuat kebijakan untuk merobohkan bangunan tugu perguruan silat di wilayah hukum Polda Jatim. Tugu tersebut diidentifikasi sebagai salah satu penyebab konflik di masyarakat, sehingga perlu pendekatan di masing-masing daerah untuk menindaklanjutinya.
Di Kabupaten Tuban, setidaknya ada 75 tugu perguruan silat yang tersebar di 12 wilayah dan 20 kecamatan. Dari jumlah itu, 50 tugu berdiri di tanah milik pribadi. Sementara 25 sisanya berada di tanah milik negara.
“Ini indentifikasi awal kita. Makanya kita mengundang forkopimka memetakan lagi, apa benar jumlah yang kita paparkan sebelumnya sudah sesuai. Bisa bertambah juga bisa berkurang,” terang Sekretaris Daerah Kabupaten Tuban, Budi Wiyana, pada Senin (18/7/2023).
Ketua Setia Hati (SH) Terate Cabang Tuban Pusat Madiun, Lamidi mengomentari kebijakan itu. Menurutnya, SH Terate sebagai organisasi dalam wilayah NKRI akan tetap tunduk terhadap keputusan pemerintah.
“Karena SH Terate ada dan berkembang salah satunya demi bangsa dan negara. Bahkan pendiri SH Terate mendapat pengakuan resmi dari pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan RI karena jasa beliau dalam mengembangkan ajaran budi pekerti luhur yang melahirkan jiwa nasionalisme dan patriotisme bagi para pejuang kemerdekaan,” ucapnya.
Di sisi lain, tambah dia, pencak silat sudah diakui sebagai warisan dunia tak benda dari Indonesia oleh Unesco.
Lanjut Lamidi, SH Terate selain sebagai organisasi persaudaraan juga tetap menjaga dan melestarikan sistem paguron, sehingga titah sesepuh dan guru masih dijunjung tinggi. “Dalam hal tugu, kami menunggu arahan dari para sesepuh maupun guru kami di kepengurusan pusat,” ujarnya.
Sebelumnya, PC Pagar Nusa Tuban juga menanggapi kebijakan itu. Salah satu Banon NU ini mendukung penuh kebijakan ini. “Memang perlu adanya penertiban bagi tugu perguruan silat yang berdiri di tanah milik negara,” ucap Ketua PC Pagar Nusa Tuban, Moh Abdul Mujib.
Dia berpandangan dengan adanya bangunan ini, masyarakat akan menjadi terkotak-kotak yang cenderung mengarah ke kesenjangan sosial.
Kedua, tambah dia, memang menjadi salah satu pemicu konflik antar perguruan silat. “Kendati demikian, harus kita sadari bersama bahwa pencak silat adalah budaya asli Indonesia yang kita jaga dan lestarikan bersama-sama,” ujarnya.
Ketiga, teknis perobohan diperlukan adanya sinergitas antara pihak terkait yang ada di wilayahnya masing-masing. “Artinya seluruh perguruan silat, IPSI, kapolres, bupati, kita duduk bersama. Begitu pula di tingkat kecamatan,” ucapnya.
“Jangan sampai niat baik ini, dengan adanya teknis perobohan yang salah akan meminbulkan masalah baru. Dari Pagar Nusa akan mendukung kebijakan dari pemerintah. Yang penting kita saling membangun komunikasi terbuka, antar semua pihak, antar semua perguruan silat, sehingga tidak terjadi rasan-rasan meninggikan perguruannya lebih baik dan lain sebagainya,” harapnya.
Reporter: Rochim
Editor: Lizya Kristanti