MALANG, Tugujatim.id – Bos pemilik kelab besar di Malang, The Nine House Alfresco, Jefrie Permana (36) resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak penganiayaan kepada karyawan perempuannya, Mia Trisanti (38). Dia ditangkap bersama ajudannya atau petugas keamanan, MI (46).
Keduanya terbukti melakukan penganiayaan kepada karyawan perempuannya ini di sebuah ruangan yang konon bernama Ruang Eksekusi. Polisi usai gelar perkara pada Jumat (25/6/2021) menjemput paksa keduanya dari rumahnya.
Kapolresta Malang Kota AKBP Budi Hermanto menuturkan, proses pengungkapan kasus ini butuh waktu lama karena hasil visum yang tak kunjung keluar dan juga korban masih dalam perawatan. Beruntung, lanjut dia, Wali Kota Malang ikut atensi dalam kasus ini.
”Terima kasih Pak Wali sudah bantu mempercepat hasil visum ini keluar. Begitu kita pegang alat bukti yang cukup, kita melakukan upaya jemput paksa mengamankan kedua tersangka,” ungkapnya saat gelar konferensi pers, Senin (28/6/2021).
Seperti diketahui, Jefrie bersama petugas security terbukti melakukan penganiayaan kepada korban di sebuah ruang bernama Ruang Eksekusi. Korban diduga dipaksa, diancam dengan berbagai macam cara untuk mengakui perbuatan korupsinya.
Belum diketahui, motif sebenarnya bos kelab malam resto ini sampai gelap mata hingga melakukan tindak penganiayaan ini. Yang jelas, Jefrie melakukan hal itu dengan sadar, tanpa di bawah pengaruh alkohol atau obat terlarang.
”Dia melakukan secara sadar. Sudah kami periksa tes urine semua hasilnya negatif,” kata pria yang akrab disapa Buher itu.
Dalam proses ungkap kasus ini, polisi berhasil menyita sejumlah alat bukti yakni 2 unit DVR dan 1 buah payung. Menurut Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Yudha Riambodo, payung itu digunakan sebagai sarana mengancam korban.
”Payung itu digunakan untuk menuding korban saat akan melakukan tindak pemukulan. Untuk DVR inj akan dikirim ke Lab Digital Forensik di Surabaya,” terangnya.
Terpisah, Wali Kota Malang Sutiaji yang juga ikut dalam konferensi pers itu mengucapkan apresiasi positif atas kinerja kepolisian mengusut tuntas kasus ini. Terlebih, dalam keterangan korban, pelaku mengaku dirinya adalah orang yang kebal hukum.
Ini, kata Sutiaji merupakan bentuk kehadiran negara dalam menjamin keamanan kehidupan masyarakat. ”Bahwa tidak ada namanya kebal hukum. Semua berhak atas jaminan hidup yang aman. Semoga ini jadi pelajaran bagi semua tidak main-main dengan hukum,” tegasnya.
Atas perbuatannya, keduanya akan dijerat Pasal 170 ayat 2 KUHP tentang perlakuan kekerasan secara bersama-sama di tempat umum hingga membuat luka. ”Ancaman hukumannya maksimal 9 tahun penjara,” ungkap Buher.