Angkat Riset Transpuan, Tim Mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang Raih Perak di Pimnas Ke-35

Universitas Negeri Malang.
Rafifah Indra Azhari dan empat mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM), baik fakultas psikologi dan fakultas lainnya usai meraih medali perak di ajang Pimnas ke-35. (Foto: dok Rafifah Indra Azhari)

MALANG, Tugujatim.id Banyak jalan yang bisa dilakukan untuk bisa meraih prestasi, salah satunya melalui riset. Hal itulah yang dilakukan lima mahasiswa, termasuk mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang.

Lima mahasiswa berprestasi tersebut adalah Rafifah Indra Azhari (Psikologi/2020/semester 6), Alief Yusticia (Psikologi 2020/semester 6), Rayhan Auliya Naufaldi (Psikologi 2021/semester 4), Cahyati Kharismatul Azizah (Sosiologi/2020/semester 6), dan M. Khanif Badruz Zaman (Teknik/2020/semester 6).

Kelima mahasiswa itu berhasil meraih medali perak di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-35 yang dilaksanakan di Malang. Untuk karya yang mengantarkan mereka meraih medali perak adalah karya riset berjudul “Menebas Stigma Negatif di Masyarakat: Mekanisme Coping Sebagai Senjata di Balik Kemapanan Transpuan di Kota Urban Malang”.

Ketua tim Rafifah Indra Azhari menceritakan jika keberhasilan tim dari Universitas Negeri Malang itu setelah mereka menyelesaikan sebuah riset tentang transpuan. Mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang ini mengatakan, riset tersebut membahas tentang mekanisme coping. Yaitu sebuah cara individu mengatasi stres atau cara seseorang untuk keluar dari stres yang dia alami.

Untuk mekanisme coping tersebut meriset tentang lima orang transpuan yakni waria yang sering kali mengalami banyak diskriminasi di masyarakat. Selain itu, bagaimana cara mereka mengatasi stres yang diakibatkan stigma buruk di masyarakat.

“Kami ingin tahu bagaimana copingan waria ini untuk mengatasi stres yang dirasakan. Kalau dari psikologi, mekanisme coping itu ditunjukkan lewat aksi lewat emosi seperti menangis, ibadah, dan lain lainnya,” ungkap Rafifah Indra Azhari pada Rabu (24/05/2023).

“Kalau lewat aksi itu, kami ingin tahu bagaimana aksinya transpuan sampai coping itu bisa mengubah stigma masyarakat menjadi stigma yang tadi berwarna merah menjadi warna biru,” tambahnya.

Riset mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang bersama keempat temannya itu ingin memberi pesan bahwa pihaknya tidak mendukung ataupun memojokkan tentang sosok transpuan itu sendiri, tapi fokus pada riset saja.

“Cuma perlu digarisbawahi, riset kami itu tidak berdiri di atas pro maupun kontra seorang waria. Jadi, kami tidak mendukung atau memojokkan mereka. Kami pyur melakukan riset saja,” ungkap perempuan yang biasa dipanggil Rara ini.

Dia juga menceritakan ada lima orang transpuan yang digali tentang mekanisme coping ini. Mereka merupakan individu yang memiliki beragam profesi yang cukup unik dan tentunya memberi dampak positif bagi masyarakat.

Narsum pertama adalah seorang transpuan yang memiliki usaha katering, salon, dan juga wedding organizer. Transpuan kedua yakni seorang pengurus sebuah organisasi kemasyarakatan, memiliki anak angkat, dan juga seorang pengusaha salon.

Sedangkan transpuan ketiga adalah seorang pengurus organisasi yang menaungi transpuan sekaligus aktivis LSM. Dan transpuan keempat adalah seorang individu yang sangat unik yakni seorang guru RA (Raudhatul Athfal) yang juga mendirikan yayasan tentang RA di daerahnya.

“Transpuan keempat itu guru RA di suatu daerah. Unik memang yang keempat ini adalah seorang guru yang mendirikan yayasan tentang RA di daerahnya. Masyarakat di situ sangat menerima kehadirannya,” cerita perempuan kelahiran Magetan ini.

Untuk transpuan kelima adalah seorang individu yang bekerja sebagai pendamping hukum bagi para transpuan yang tertindas, namun bukan untuk urusan kriminal.

Mahasiswa semester enam Fakultas Psikologi UM ini menceritakan jika perjalanan timnya meraih medali perak ini bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai tahapan yang harus dia lakukan bersama timnya. Mulai dari pengajuan proposal ke pihak Kemendikbud untuk mendapatkan pendanaan, pelatihan, hingga riset dan berjuang di ajang Pimnas ke-35.

“Kami awalnya nyusun proposal PKM Riset Social Humaniora (RSH) itu pada Maret, kami upload di websitenya Kemendikbud. Kami lalu menunggu pengumuman yang agak lama sekitar Mei 2022. Kami akhirnya lolos pendanaan, jadi tim-tim yang dapat harus melakukan riset,” kata Rara.

Dia juga mengatakan, tidak semua tim yang telah mendapatkan pendanaan dari Kemendikbud untuk riset itu bisa melaju ke ajang Pimnas.

“Tidak semua yang lolos pendanaan itu lolos ke Pimnas,” bebernya.

Rara juga menyampaikan, dalam ajang Pimnas yang dia ikuti bersama timnya itu juga menghasilkan buku biografi tentang transpuan.

“Kami juga ada keluaran buku biografi tentang transpuan. Jadi, ada yang edit desain dan videonya juga,” ungkap Rara.

Ke depannya, setelah tim yang dia ketuai berhasil meraih prestasi di Pimnas, selanjutnya akan tetap menyiapkan proyek yang lebih menarik untuk dilombakan di ajang Pimnas dan lomba lainnya. (adv)