KEDIRI, Tugujatim.id – Wacana penundaan Pemilu 2024 membuat cemas Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus Senior Partner Integrity Law Firm Prof Denny Indrayana SH LLM PhD. Denny menilai, wacana tersebut sebagai pelecehan konstitusi di Indonesia.
Pakar hukum mantan Staf Khusus Kepresidenan di masa SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) itu mengatakan, dengan penundaan Pemilu 2024 nanti, otomatis akan memperpanjang masa jabatan presiden, parlemen, serta kepala daerah. Apalagi, partai koalisi pengusung Jokowi mendukung wacana tersebut yang menambah kegelisahannya.
“Partai-partai koalisi pemerintah (PKB, Golkar, PAN, Nasdem, PPP) menyatakan dukungannya bagi penundaan Pemilu 2024. Baru PDIP yang secara terbuka menyatakan penolakannya, yang belum tahu juga apakah tetap bisa bertahan dan tidak tergoyahkan,” ungkapnya.
Denny menegaskan, menolak adanya wacana penundaan Pemilu 2024 tersebut. Menurut dia, hal itu adalah potret pelanggaran konstitusi untuk kekuasaan semata (machtsstaat) dan bukan berdasarkan perjuangan untuk tegaknya negara hukum (rechtsstaat).
“Wacana penundaan pemilu 2024 sebenarnya adalah bentuk penelanjang alias pelecehan atas konstitusi (contempt of the constitution),” tegasnya.
Guru besar tamu di Universitas Melbourne itu menjelaskan teori dalam ketatanegaraan. Menurut dia, pelanggaran atas konstitusi tersebut hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat. Yaitu, hanya demi menyelamatkan negara dari ancaman serius yang berpotensi menghilangkan negara. Dia mencontohkan, pelanggaran konstitusi yang pernah dilakukan di Indonesia yaitu pada pembubaran Konstituante dan kembali ke UUD 1945, melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun, alasan pelanggaran konstitusi harus jelas untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat Indonesia (for the sake of the nation and the people).
“Ukurannya adalah dampak dari tindakan pelanggaran konsitusi harus semata-mata demi menyelamatkan negara dan bangsa. Indikator penting lainnya adalah pembatasan kekuasaan (limitation of power) dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai pilar-pilar utama dari prinsip konstitusionalisme,” jelasnya.
Denny meminta untuk semua elemen bersama menolak wacana tersebut. Dia berharap Presiden Jokowi tidak membiarkan pelanggaran konstitusi itu terjadi di Indonesia.
“Seharusnya Presiden Jokowi sebagai kepala negara harus segera meluruskan pelanggaran serius ini. Itu kalau beliau serius dengan sumpah jabatannya di atas Al Qur’an untuk menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya. Dan jika beliau tidak ingin dianggap sebagai bagian dari pelaku yang justru mengorkestrasi pelanggaran konstitusi bernegara,” ujarnya.
Dia mengatakan, jika perubahan konstitusi dilakukan, maka perubahan yang dilakukan melanggar prinsip konstitusionalisme yang fondasi dasarnya yaitu pembatasan kekuasaan. Konstitusi tidak boleh diubah untuk melegitimasi pelanggaran, apalagi disalahgunakan untuk memperbesar kekuasaan.