SURABAYA, Tugujatim.id – Partai Buruh Jatim bersama aliansi serikat pekerja/serikat buruh kembali melakukan aksi demonstrasi untuk menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan menuntut Gubernur Jatim agar merevisi UMK 2022, Senin (19/09/2022).
Aksi demo Partai Buruh Jatim diikuti sekitar 20.000 massa dari berbagai daerah. Mulai dari Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten/Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kab./Kota Pasuruan, Malang Raya, Kabupaten Tuban, Kab./Kota Probolinggo, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, hingga dari Kabupaten Banyuwangi.
Massa aksi berangkat dari daerah masing-masing, kemudian bertemu di titik kumpul utama di Mall CITO/Bundaran Waru sekitar pukul 11.00 WIB. Kemudian mereka bergerak bersama menuju Kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur dengan rute melalui Jl A. Yani, Jl. Wonokromo, Jl Raya Darmo, Jl Urip Sumoharjo, Jl Basuki Rahmat, Jl Embong Malang, Jl Blauran, Jl Bubutan, Jl Kebon Rojo, dan Jl Pahlawan.
Buruh memberikan rapor merah kepada gubernur Jatim yang tidak aspiratif. Sebab, berkali-kali buruh menyampaikan aspirasi tidak sekalipun gubernur berkenan menemui perwakilan buruh untuk audiensi.
Tuntutan Demo Partai Buruh Jatim:
Menolak Kenaikan Harga BBM
1. Kenaikan harga BBM telah menurunkan daya beli buruh hingga 50%. Penyebab turunnya daya beli dikarenakan peningkatan angka inflasi menjadi 6,5% hingga 8%, sehingga harga-harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan.
2. Penurunan daya beli buruh ini diperparah dengan tidak naiknya upah selama 3 tahun ke belakang. Bahkan, Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Maka sudah dipastikan upah buruh 2023 tidak akan mengalami kenaikan.
3. Buruh menolak kenaikan harga BBM karena dilakukan saat harga minyak dunia turun. Terkesan pemerintah mencari jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan negara dengan cara memeras rakyat. Terlebih kenaikan harga BBM ini dilakukan saat negara-negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah.
4. Terkait bantuan subsidi upah sebesar Rp150 ribu selama 4 bulan kepada buruh hanya sekadar “lip service” saja agar buruh tidak protes. Tidak mungkin uang Rp150 ribu dapat menutupi penurunan daya beli akibat inflasi yang meroket.
5. Risiko terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran karena kenaikan harga barang-barang yang dipicu oleh tingginya harga BBM. Harga energi (BBM) yang naik akan membebani biaya produksi perusahaan, tentu perusahaan akan melakukan efisiensi dengan mem-PHK buruh.
6. Tidak tepat jika alasan kenaikan pertalite dan solar subsidi karena untuk kelestarian lingkungan. Faktanya masih banyak industri-industri besar yang masih memakai batu bara dan diesel.
7. Ada sekitar 120 juta pengguna motor dan angkutan umum yang merupakan kelas menengah ke bawah, yang tentunya sangat terbebani dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Kami menyarankan agar pemerintah memisahkan pengguna BBM subsidi dan non subsidi. Misalnya, sepeda motor dan angkutan umum tidak mengalami kenaikan harga BBM bersubsidi, kemudian untuk mobil di atas 2005 harus memakai BBM non subsidi karena orang kaya rata-rata tidak menggunakan mobil tua.
Beri Upah Layak dan Tolak Omnibus Law
1. Mendesak Gubernur Jawa Timur agar merevisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2022 yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/783/KPTS/013/2021 tanggal 20 November 2021.
2. Mendesak Gubernur Jawa Timur agar segera menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK) di Jawa Timur tahun 2022 sebagaimana usulan Bupati/Walikota dan hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
3. Naikkan UMK dan UMSK tahun 2023.
4. Tolak Omnibus Law UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebab, UU ini yang menyebabkan upah buruh tidak naik.