MALANG – Perayaan Idul Fitri tahun ini terasa sangat berbeda lantaran beberapa daerah telah menetapakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko penyebaran COVID-19.
Tradisi mudik lebaran dan halal bihalal pun tidak seperti biasanya. Bahkan pemerintah telah membuat aturan hingga sanksi bagi masyarakat untuk melakukan mudik lebaran. Tentu, hal ini sangat disayangkan bagi sebagian masyarakat atau mahasiswa yang berada di perantauan melewati suasana lebaran dengan sendiri.
Pandemi virus corona telah membuat kehidupan normal terhenti, termasuk praktik keagamaan, dengan shalat tarawih berjamaah di rumah saja untuk menghambat penyebaran COVID-19.
Pakar Psikologi, M Salis Yuniardi PhD menyebutkan untuk menghadapi perayaan idul fitri yang berbeda dari tahun sebelumnya perlu digunakan pendekatan resiliensi dengan maksud kondisi kemalangan tidak berarti selalu negatif.
“Kondisi kemalangan ini bisa memunculkan kekuatan tersendiri membuat kita pada level lebih tinggi dari sebelum kemalangan, asalkan bisa mengambil hikmahnya,” ucap Ketua Himpunan Psikologi Indonesia Cabang Malang Raya ini.
Dalam hal ini, ada tiga komponen yang bisa merubah rasa kemalangan menjadi nilai positif yaitu I am, I have dan I can. Dia menjelaskan situasi seperti ini lebih baik digunakan untuk refleksi diri mencoba untuk menemukan dan mengenali diri sendiri.
“I am (saya) dalam situasi seperti ini kita gunakan untuk mengenali diri kita siapa? cukup rentan atau tidak, kita sebagai parent yang dijadikan role model buat anak ataupun yang sudah dewasa perlu adanya assesment diri agar tindakan selanjutnya tidak meleset,” ucapnya.
Selanjutnya, setelah mengenali diri kita lalu menemukan suatu yang baru I have yaitu apa yang kita miliki selama ini secara internal atau eksternal.
“Kita harus selalu bersyukur meskipun jauh dengan keluarga dan tidak bisa mudik, tetapi kita masih ada keluarga dan adanya teknologi yang membuat lebih mudah. Dari sini kita bisa lebih bersyukur atas apa yang kita miliki,” imbuhnya.
“Dengan kita mengenali siapa diri kita dan apa yang kita miliki maka kita harus bisa melakukan hal positif yang disebut I can. Merancang dan menjalankan hal produktif di tengah pandemi seperti ini. Banyak hal yang dapat kita lakukan diantaranya menekuni bisnis online, mengerjakan skripsi, berolahraga dan melakukan video call dengan orang tua,” imbuh Salis.
“Kita harus bisa menjaga untuk tetap aktif dan produktif diwaktu yang bersamaan dengan tiga konsep tersebut,” papar Salis.
Dia menambahkan, jika beban emosional tidak bisa ditahan lagi maka tidak menjadi masalah bagi kita untuk mengeluarkan emosional arousal. Namun, harus segera melakukan tiga komponen tersebut agar rasa malang tidak menjadi berlarut.
“Jika 3 hal kunci tersebut diterapkan di tempat perantauan akan menghasilkan karya yang luar biasa bukan lagi menjadi kemalangan atau kesedihan,” tandas Salis.
Reporter: Rezza Doa