MALANG, Tugujatim.id – Rintik hujan menemani saya mengunjungi kawasan Kayutangan, salah satu destinasi wisata Kota Malang, Minggu (29/10/2023). Sesampainya di sana, hari sudah petang. “Damai” mungkin itu kata pertama yang terlintas di pikiran saya waktu memandang Jalan Kayutangan.
Saya memarkirkan motor tepat di samping gedung yang sedang direnovasi. Sebelah kiri saya terdapat jembatan penyeberangan orang (JPO), terlihat juga ada beberapa orang yang melintasinya.
Rasa penasaran yang menggebu-gebu, membuat saya langsung bergegas menaiki anak tangga dengan penuh rasa hati-hati karena setelah hujan genangan air terdapat di beberapa anak tangga. Sesampainya di atas jembatan, rasa lelah terbayarkan karena dapat melihat view yang sangat luar biasa yaitu city light Kayutangan.
Lalu-lalang kendaraan memberi kesan adanya kesibukan tersendiri di Kota Malang. Tidak hanya saya, beberapa wisatawan ikut serta menikmati keindahannya, atau bahkan mengabadikan momen atau sekadar berdiam diri. Ya, setiap wisatawan memiliki cara tersendiri dalam menikmati keindahan yang ada di sana.
Jembatan Penyeberangan Orang Kayutangan
Melalui jembatan penyeberangan orang (JPO), saya memandang keindahan dan kemegahan Kayutangan. Banyak pemandangan yang dilihat tetapi yang paling menarik perhatian saya adalah kemegahan Gereja Katolik Hati Kudus Yesus atau juga disebut Gereja Kayutangan. Konsep nuansa klasik seolah-olah menyapa siapa pun yang memandangnya. Gereja Katolik tertua di Kota Malang ini dibangun pada 1905 dan memiliki 2 menara setinggi 33 meter yang seolah-olah akan menggapai langit.
Menyaksikan kendaraan yang berlalu lalang di jalanan Kayutangan melalui jembatan ini juga sangat menyenangkan. Di sana, banyak wisatawan yang mengabadikan momen dengan background Gereja Kayutangan maupun jalanan Kayutangan yang menambah nuansa estetik pada hasil fotonya.
Setelah puas memandangi Kayutangan dari atas jembatan, saya melanjutkan perjalanan menikmati suasana dengan menelusuri jalanan di kawasan Kayutangan. Saya ingin merasakan ingar-bingar aktivitas wisata yang kian hari semakin menggeliat.
Malam itu setelah hujan, suasana di Kayutangan menjadi lebih sejuk dan segar. Kawasan wisata yang mengusung konsep heritage ini menawarkan banyak hal menarik yang bisa dinikmati oleh para wisatawan.
Sepanjang perjalanan, saya melewati sejumlah kafe dengan keunikannya masing-masing, yang berjejeran menawarkan wisata kuliner untuk wisatawan. Keberadaan kafe-kafe tersebut kian melengkapi kawasan Kayutangan menjadi lebih estetik dan menarik.
Perkampungan Kayutangan
Menelisik Kampung Heritage Kayutangan, di sana ada 5 pintu masuk untuk memasuki perkampungan ini. Jalan-jalan kecil menghubungkan sejumlah perkampungan padat penduduk yang terletak tepat di belakang Kayutangan.
Saya benar-benar sangat menikmati suasana, kebersihan sangat terjaga, anak kecil bebas berlarian ke sana kemari. Setelah pintu masuk, pengunjung akan disuguhi dengan spanduk informasi seputar Kayutangan.
“Kayutangan sebuah nama kampung di Kelurahan Kauman, Kota Malang. Pada zaman Belanda nama Kayutangan diabadikan menjadi nama jalan yakni “Kajoetanganstraat”. Setidaknya ada empat teori toponim mengenal asal-usul penamaan Kayutangan pada daerah ini, antara lain:
1. Dinamakan Kayu Tangan karena sebelum tahun 1914 ada petunjuk lalu lintas berbentuk telapak tangan sebelah timur pertigaan Jl Oro-Oro Dowo (kini J. B.S. Riadi) dan Jl Kayutangan (kini Jl Jenderal Basuki Rahmat), yang terbuat dari kayu. Lantaran kayu petunjuk berbentuk tangan itulah, maka jalan yang membujur ke alun-alun di mulut penduduk Kota Malang pada masa lalu dinamai dengan nama “Kayu Tangan”.
2. Menurut keterangan Oei Hiem Hwie, seorang warga asli Malang, menceritakan sewaktu dia masih kecil, jalan-jalan di koridor Kayu Tangan ditanami pohon-pohon yang daunnya berbentuk aneh. Daun itu mirip dengan telapak tangan yang mengembang. Lantaran itulah maka jalan besar itu diberi nama Kayu Tangan. Pernyataan Oei Hiem Hwie diperkuat oleh keterangan dari A.V.B. Irawan dari PT Bentoel Prima. Bahwa dia masih sempat melihat pohon aneh itu di “Taman Indrakila”, yang kini sudah tidak ada lagi.
3. Nama “Kayu Tangan” adalah suatu sebutan perumpamaan bagi pepohonan beserta tangkai-tangkai yang berjajar di sepanjang jalan menyerupai deretan tubuh manusia seakan-akan membentuk tangan terjulur ke arah jalan.
4. Dinamakan demikian karena terdapat pohon yang menyerupai tangan di ujung jalan menuju arah alun- alun ketika kawasan alun-alun mulai berkembang.”
Ternyata di dalam Kampung Heritage Kayutangan ada 7 cluster yaitu:
1. Cluster Banjoe Bioe
2. Cluster Klojen Ledok
3. Cluster Taloen
4. Cluster Latar Ombo
5. Cluster Semeru
6. Cluster Mergi Lepen
7. Cluster Wak Nap
Tidak hanya itu, juga ada Makam Mbah Singo Suwiryo (Kuburan Tandak), Pasar Krempyeng, Terowongan Semeru, dan Mergi Lepen. Jalan-jalan kecil yang menjadi saksi masa Hindia Belanda di perkampungan itu bisa menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
Jalan perkampungan yang memiliki keunikan tersendiri yang disempurnakan dengan keberadaan sejumlah rumah tua yang bertahan hingga kini. Di tengah-tengah area perkampungan itu dibelah dengan sungai kecil yang juga telah ada sejak masa Hindia Belanda. Perumahannya tua, tapi tetap terawat dengan cantik.
Saya pun berdiri tepat pada salah satu kafe, ada anak-anak sedang bermain bersama teman sebayanya. Ramahnya penduduk di sana, terpancar dari senyum keikhlasan saat menyapa saya.
Saya kembali menelusuri jalanan, ada spot foto klasik dengan ornamen bangunan bersejarah yang ada di sana. Diberi kursi satu dengan cangkir dan teko yang terbuat dari tanah liat yang dapat kamu jadikan properti.
“Kayutangan ini menurut saya sangat unik juga indah, orang-orangnya juga ramah, meski bukan orang asli Malang, ini keren banget sih. Masuk kampungnya itu kayak dibuat labirin gitu. Jadi menurut saya kalau ke Malang wajib banget ke sini,” ungkap CR, salah satu wisatawan Kayutangan.
Setelah menelusuri Kayutangan, menurut saya, destinasi wisata ini menawarkan banyak hal menarik dan unik yang bisa dinikmati oleh para wisatawan.
Writer: Rahmatika Putri Supuasari (Magang)
Editor: Dwi Lindawati