MALANG, Tugujatim.id – Jam menunjukkan pukul 12.00 WIB pada Minggu (29/10/2023). Siang yang cerah menemaniku bergegas berangkat dengan suasana hati gembira menuju salah satu destinasi wisata Kampung Warna-Warni Jodipan, Kota Malang.
Selama perjalanan menuju ke sana, rasa penasaran sangat mengebut-gebu karena ini kali pertama aku berkunjung. Dengan cuaca yang cerah menambah semangat untuk berwisata.
Sesampainya di sana, aku sebagai pengunjung hanya membayar tiket masuk Rp5.000. Ganjarannya, aku dapat menikmati keindahan Kampung Warna-Warni Jodipan yang eksotis. Begitu memasuki pintu kedua, aku disambut ramah oleh penjual tiket hingga diberi buah tangan berupa stiker sebagai tanda kenangan sudah pernah berkunjung ke sana.
Mata pengunjung pun sangat dimanjakan oleh warna-warna indah di sana meski sudah sedikit pudar. Turun melewati anak tangga yang dihiasi ornamen bunga sakura dan ketupat, memberi kesan menikmati suasan tanpa rasa bosan.
Bertemu 3 gang, aku memilih untuk melihat ke sebelah kiri terlebih dahulu melewati jalan hingga bertemu “Pojok Baca”. Kesannya tempat nyaman, banyak buku tersusun rapi di dalam lemari. Sayangnya, buku itu sepertinya sudah lama tidak dibaca ataupun dibuka karena berdebu, aku membaca salah satunya.
Setelah itu, aku beranjak untuk menelusurinya kembali. Aku berjalan lurus bertemu dengan para penduduk di sana. Senyum ramah, itu hal pertama yang mereka tunjukkan. Senang sekali rasanya disambut dengan baik.
Aku melihat anak tangga kembali menuju ke atas jembatan dengan rasa ingin tahuku. Aku menanjak tanpa rasa lelah.
Sampai di atas jembatan disambut oleh suara air mengalir dari sungai, angin berembus menghampiriku juga sinar matahari yang cerah. Indah sekali kampung ini pikirku. Aku dapat melihat jembatan jalan yangku lalui tadi.
Disuguhi berbagai spot foto, pengunjung dapat mengabadikan momen tanpa rasa bosan. Aku kembali turun ke bawah jembatan, berbelok ke kanan hingga sampai di jembatan kaca. Sayangnya, saat aku berkunjung sedang tidak boleh dilintasi karena salah satu penduduk disana memberi tahu.
“Maaf Kak, belum bisa ke jembatan kaca soalnya lagi retak,” perasaan kecewa ini pasti ada, tapi tidak mengurungkan rasa ingin tahuku lebih lanjut.
Jembatan kaca ini adalah penghubung jalan agar dapat ke Kampung Tridi. Aku kembali menelisik kampung yang unik ini, spot selanjutnya adalah “lorong bunga”. Banyak warga yang sedang bersenda gurau dengan keluarganya, melihatku tentu saja disambut ramah.
Ketika melihat ada gang kecil terdengar suara anak kecil, aku berbelok, terlihat di sana sedang ada banyak anak bermain dengan temannya. Tidak hanya dengan yang sebaya, tapi juga dengan hewan kesayangan mereka yaitu “ayam”.
Aku tertawa melihatnya, mereka asyik bermain sembari bersenda gurau. Bahagia sekali rasanya mendengar tawa mereka karena seusia tidak ada yang sibuk bermain game pada ponselnya.
Aku pun diajak berkenalan dengan satu per satu mereka yang rerata masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Tapi, ada juga yang sudah sekolah menengah pertama (SMP).
Dari sana, aku beranjak kembali melanjutkan perjalanan yang indah ditemani ornamen bunga-bunga yang menghiasi, rumah-rumah yang rapi tampak di depannya. Banyak warga dengan aktivitasnya, bapak-bapak memotong kayu, sampai ibu-ibu bercanda gurau dengan tetangganya.
Sesampainya di ujung jalan, aku bertemu pendapa kampung. Tempatnya nyaman dan bersih tersedia bangku di sana. Aku duduk untuk berisitirahat sejenak. Tidak lama awan mulai gelap, suara gemuruh mulai terdengar, hujan pun turun sangat deras.
Aku pun menikmati hujan turun ini sembari melihat air sungai yang mengalir. Terlihat bapak-bapak sedang membenahi tiang penyanga rel kereta yang ada beberapa yang terkena arus air. Aku menunggu hujan reda, dihampiri salah satu anak yang kutemui tadi. Dia sedang berteduh dan kuajak bicara.
“Nama aku Bintang,” ucapnya.
Hujan turun semakin deras, aku asyik saling berkenalan dengan Bintang. Umur Bintang 13 tahun. Rumahnya tidak jauh dari tempat berteduh. Tidak lama, Bintang beranikan diri memberikan aku rekomendasi makanan yang pas disantap pada saat hujan turun.
“Di sana ada chuanki enak, smoothie, cemilan juga ada, Mbak,” ujarnya.
Aku setuju atas rekomendasinya, kami menikmati bersama. Hujan mulai reda, aku kembali melanjutkan perjalanan. Banyak genangan air, aku berjalan penuh hati-hati. Suasana berubah menjadi lebih sejuk berdampingan dengan dingin. Aku suka tempat ini, warga berusaha menjaganya agar tetap bersih. Pemandangan ini terlihat dari setiap halaman depan rumah warga tersedia tong sampah. Tidak ada alasan lagi bagi para pengunjung untuk membuang sampah sembarangan.
Pengunjung memang tidak hanya warga lokal, tapi wisatawan mancannegara juga berdatangan. Spot fotonya banyak, pengunjung tinggal memilih untuk mengabadikan momen.
Kembali menelusuri jalan, aku merasa tempat ini butuh denah. Tapi semangatku tidak pernah pudar, bertemu gang kecil aku berbelok di tempat itu tersedia halaman belakang rumah kosong namun pintunya tersedia cermin. Tempatnya seperti terbengkalai, tapi tetap indah karena dihiasi warna cat yang masih cerah.
Tempat ini identik dengan perumahan yang padat hampir setiap sisi rumah tidak memiliki batas satu antara lainnya. Untuk era perkembangan zaman saat ini, tempat ini sangat nyaman karena pengunjung dapat mengenal satu sama lain, bukan hanya sibuk dengan urusannya masing-masing.
Malang memiliki keindahan tersendiri, terutama di tempat ini ada ciri khasnya. Meski berlokasi di tengah kota, suasananya seperti di desa, bahkan keramahan penduduknya. Aku berjalan bertepatan dengan adanya acara, melihat riuh dengan keramahan. Bingung menghampiriku, apakah aku bisa melewatinya.
Salah satu warga berbicara “Bisa lewat kok mbak, lewat sini gapapa,” sapaan ramah selalu aku dapatkan. Kakiku berani melangkah, aku bertemu anak tangga kembali. Di sana, tersedia kursi untuk beristirahat sejenak. Rasanya aku ingin kembali ke tempat ini untuk terus-menerus menelusuri lebih lanjut.
Aku naik ke atas bertemu warung penjual minuman dingin, snack ringan, aksesori, atau buah tangan seperti gantungan kunci, gelang, tempat tabungan terbuat dari tanah liat yang diwarnai dan dilukis semenarik mungkin. Aku membeli minuman dingin, beristirahat sejenak di tempat tersebut sambil menenggak minuman. Duduk dengan memandangi sungai, jembatan, melihat banyak anak kecil sedang bermain dengan teman-temannya senyum merekah tampak di wajah mereka.
Kampung Warna-Warni Jodipan ini sangat menarik untuk dikunjungi, banyak spot foto, keunikan yang ada, keramahan penduduk menjadi poin tersendiri bagi aku yang tidak akan pernah terlupakan. Semoga aku bisa kembali mengunjungi Kampung Warna-Warni.
Writer: Cindy Rahayu Jasmin (Magang)
Editor: Dwi Lindawati