SURABAYA, Tugujatim.id – Alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) kecewa terkait nama kampusnya yang ikut dicatut sebagai lembaga survei di Pilkada Surabaya bulan November silam. Sebab, menurut alumni UINSA, Kivah Aha Putra, UIN sebagai institusi pendidikan negeri dengan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak seharusnya terjun dalam intervensi dunia politik.
“Saya merasa prihatin terkait Fakultas Sosial Politik UINSA yang mengeluarkan survei yang seakan memenangkan Paslon (pasangan calon, red) No 2 di Pilwali Surabaya,” terang Kivah pada Tugu Jatim, Senin (14/12/2020) pagi.
Baca Juga: Gawat, Kontaminasi Mikroplastik Sungai Brantas Sudah Terjadi Sejak dari Malang
Sebagai informasi, jelang pelaksanaan Pilkada tanggal 9 Desember lalu, pihak yang mengatasnamakan FISIP UINSA mengeluarkan survei terkait Pilwali Kota Surabaya. Di mana survei tersebut menyimpulkan bahwa popularitas dari paslon nomor urut dua di Pilwali Surabaya, Machfud Arifin-Mujiaman (MAJU) lebih unggul dibandingkan paslon nomor urut satu, Eri Cahyadi-Armudji (ERJI).
Menanggapi hal tersebut, Kivah yang juga dosen di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini menyatakan dengan tegas bahwa seharusnya pegawai ASN tak seharusnya ikut terjun dalam intervensi dunia politik. Terlebih, hal itu sekaligus membawa nama besar kampus UIN Sunan Ampel.
“Pegawai ASN diharapkan bebas dari kepentingan dan intervensi politik. Itu semua demi tercapainya aparat negara yang profesional. Bebas dari intervensi politik. Bebas dari KKN, serta memiliki kinerja, kapasitas dan integritas yang tinggi,” pintanya.
Tak hanya itu, alumni yang juga pernah menjadi Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UINSA tahun 2009-2010 tersebut juga menyebut bahwa dalam Pasal 8 dan 9 UU No 5 tahun 2014 tentang ASN.
Baca Juga: Kala Mahasiswa S3 Asal Blitar Produksi Arang untuk Bertahan di Masa Pandemi
“Pasal 8 UU ASN menyebutkan bahwa pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara. Sedangkan Pasal 9 ayat (2) UU ASN menyebutkan bahwa pegawai ASN harus bebas dari intervensi dan pengaruh parpol,” bebernya.
“Ketentuan itu jelas bahwa pegawai ASN tidak boleh ikut kegiatan politik praktis dan dilarang berpihak dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan,” pungkas alumni jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah UINSA tersebut. (gg)