Tugujatim.id – Aksi klithih di Yogyakarta pada hari Minggu (3/4/2022) lalu menjadi perbincangan yang menghebohkan publik. Pasalnya, aksi klitih di waktu sahur ini menewaskan korban yang merupakan anak anggota DPRD Kebumen.
Tak pelak beberapa pihak turut memberi komentar, termasuk Sultan Hamengkubowono X meminta untuk menindak tegas pelaku. Memang tidak bisa dipungkiri, klitih sendiri sering terjadi di Yogyakarta dan mirisnya dilakukan oleh anak-anak usia sekolah.
Pada Desember 2021 pernah trending #YogyaTidakAman di Twitter karena kasus klitih ini yang menimpa warga. Lalu, apa sebenarnya klitih itu?
Dari berbagai informasi yang dikumpulkan oleh Tugujatim.id, pada awalnya klitih tidak mengandung unsur negatif sama sekali. Istilah ini digunakan oleh masyarakat Jogja yang suka keluyuran tanpa arah atau bisa dikatakan sebagai aktivitas keluar rumah hanya untuk mengisi waktu luangnya dengan mencari angin segar di luar.
Namun seiring perkembangan waktu, klitih mengalami pergeseran makna dan cenderung ke tindakan kekerasan atau negatif. Pada mulanya diawali dengan aksi balas dendam sehingga penyebutan klitih disudutkan kepada seseorang yang mencari musuh dan menunjukkan kekecewaan dalam kehidupan mereka yang kini sasarannya adalah orang-orang yang tidak bersalah sekalipun.
Aksi ini dilakukan oleh remaja dengan melakukan penyerangan menggunakan senjata tajam dan sepeda motor. Klitih dilakukan pada malam hari dengan menyusuri jalanan yang sepi. Taktiknya, para pelaku bergerombol lalu jika ada orang langsung disabet dengan alat tajam baik celurit, pedang maupun ger. Tak jarang korbannya meninggal dunia atau luka parah.
Sementara itu, aksi klitih sering dikaitkan dengan kasus begal yang sering terjadi di masyarakat pada umumnya. Namun, sebenarnya kedua masalah ini sangat jauh berbeda. Meskipun cenderung sama-sama dilakukan ketika malam hari di jalanan yang sepi, begal dilakukan dengan tujuan ekonomi untuk mengambil harta atau barang milik korban.
Karena disebabkan oleh beban atau masalah yang ditanggung dalam kehidupan si pelaku. Sementara klitih hanya untuk menyakiti tidak untuk mengambil barang milik korban. Dan, pelakunya anak-anak usia sekolah SMA atau SMP. Konon cerita, aksi tersebut bagian dari pembuktian sang pelaku untuk diterima di kelompoknya.
Pelaku yang telah berhasil menyakiti korbannya, maka mendapat respek dari kelompoknya dan dianggap sebagai anggota sejati.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim