MALANG, Tugujatim.id- Melambungnya harga kedelai di pasaran tak membuat produsen tempe di Kota Malang mandek berproduksi. Kebutuhan hidup terlebih di masa sulit pandemi rupanya membuat mereka tetap bertahan. Tak seperti yang dilakukan para produsen tempe di Jakarta dan Jawa Barat yang melakukan mogok produksi.
”Ya kalau kami ikutan mogok jadi gak bisa makan, Mas. Meski naik (harga kedelai) tetap disiasati. Yang penting tetep jalan (produksi),” ujar Laili Afrida, 58, salah satu produsen keripik tempe di Sentra Industri Tempe, Kampung Sanan, Kota Malang, kepada reporter Tugu Malang ID, partner Tugu Jatim, Selasa (5/1/2021).
Perempuan yang menekuni produksi keripik tempe sejak 2008 silam ini mengaku dirinya bahkan warga perajin lain tidak terpengaruh dengan naiknya harga bahan baku kedelai.
Dia mengatakan, masing-masing perajin punya pelanggan sendiri dan punya siasat masing-masing agar biaya produksi tidak membengkak. Sebagian mengurangi isi hingga sebagian lain menaikkan harga.
”Harga di kami (olahan tempe) tidak bisa ikutan naik. Saya kan harus menjaga kualitas. Akhirnya ya mau gak mau mengurangi isi. Tapi kadang diikhlaskan saja. Jadi hanya omzet saja yang berkurang. Yang penting langganan tetap dijaga,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan Ketua Paguyuban Sentra Industri Tempe Sanan M. Arif Sofyan Hadi, dari total sekitar 636 perajin tempe dan keripik tempe di Kampung Sanan memilih untuk tetap berproduksi. Hanya memang dampak penurunan produksi sudah dialami sejak pandemi merebak.
”Dari yang produksi sehari sekali, sekarang cuma seminggu sekali. Kadang juga hanya produksi waktu ada pesanan saja. Banyak juga perajin yang libur dan banting setir,” kata dia.
Seperti diketahui, kenaikan bahan baku kedelai ini sudah terjadi sejak sekitar Agustus 2020. Dari yang semula Rp 6.500 per kilogram, tiap bulannya terus merangkak hingga kini mencapai Rp 9.200-Rp 10.000 per kilogram. (azm/ln)