TUBAN, Tugujatim.id – Sengketa lahan di lokasi pintu masuk Wisata Pantai Semilir Tuban terus berlanjut. Kini ahli waris Hj Sholikah memasang papan pengumuman laporan polisi terkait penyerobotan tanah oleh pemerintah Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, Tuban, Kamis (22/09/2022).
Laporan tersebut dilakukan ahli waris Hj Sholikah yang didampingi kuasa hukumnya ke Polda Jatim pada Selasa (13/09/2022).
Frangky D. Waruwu, kuasa hukum pelapor, saat dikonfirmasi mengatakan, pada awal Agustus, ahli waris Hj Sholikah bersama Pemdes Socorejo telah melakukan pengukuran ulang yang disetujui kedua pihak. Namun, ketika ahli waris meminta berita acara (BA) pengukuran dan dokumen lain untuk pengurusan sertifikat tanah dipersulit oleh mereka.
“Karena mereka mempersulit. Maka ahli waris membuat laporan di Polda Jatim,” katanya.
Frangky menambahkan, perbuatan mempersulit yang dimaksud adalah Kepala Desa (sebelum cuti untuk mencalonkan diri kembali menjadi kades setempat, red) dilarang oleh BPD, beberapa lembaga di desa lainnya untuk memberikan dokumen tanah ahli waris ini.
“Untuk alasannya nanti. Biar menyelidiki pihak penyidik saja. Karena minggu depan akan turun ke lokasi,” ucapnya.
Setelah pemasangan papan ini, Franky melanjutkan, sebenarnya secara hukum tidak diperbolehkan melakukan aktivitas di sini sebelum ada putusan pengadilan. Namun, pihaknya tidak terlalu memedulikan itu. Sebab, terkait penutupan telah dijadwalkan.
“Untuk kapannya, nanti akan kami sampaikan,” terangnya.
Sementara itu, Arief Zubas Rahman Hakim sebagai penasihat wisata Pantai Semilir, Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, mengatakan, pihaknya sangat mendukung perkara ini masuk kerah hukum. Karena dari awal, calon kades petahana ini mengedepankan supremasi hukum.
“Dari dulu, memang kami meminta segera memproses ini secara hukum,” kata Arief, sapaan akrabnya.
Arief menerangkan, saat pihaknya masih menjabat kades pada waktu itu menjelaskan, duduk perkaranya terkait luasan. Pihak ahli waris Hj Sholikah mengklaim luas tanahnya sekitar 32-an ribu meter persegi. Sedangkan dalam buku C desa sekitar 1.600-an meter persegi.
“Jadi, Pak Frangky meminta izin pengukuran. Ya, kami sebagai aparatur desa membolehkan. Silakan kalau diukur akan kami dampingi. Tapi dengan titik yang kami tunjukkan. Namun, dia tidak menggunakan itu. Malah memakai perspektif sendiri, ya sudahlah,” terangnya.
Sebenarnya pihaknya tidak ingin ada keributan. Arief memberikan masukan untuk diselesaikan di meja hijau saja agar perkara ini cepat selesai sesuai hukum yang berlaku.
“Kami telah mengarahkan. Tapi, beliau (ahli waris Hj Sholikah dan kuasa hukumnya, red) bersikukuh dengan versinya sendiri,” katanya.
Sampai saat ini belum ada pengukuran secara resmi oleh pihak terkait dalam hal ini BPN. Untuk yang dilakukan pada Agustus versi dari ahli waris Hj Sholikah dan kuasa hukumnya.
“Itu menjadi dasar pemdes tidak mengeluarkan BA. Karena bukan aparatur resmi (BPN, red) yang mengukur. Kalau mengukur BPN, saya selalu bikin. Sementara ini, yang mengukur personal,” terangnya.