MOJOKERTO, Tugujatim.id – Tahapan Pemilu 2024 belum sepenuhnya selesai. Meski begitu, beberapa lembaga yang mengeluarkan hasil hitung cepat (quick count) mencatat pasangan Prabowo-Gibran unggul atas kandidat lain, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud MD.
Keunggulan Prabowo-Gibran mendapat respons salah satu akademisi dari Mojokerto M. Syarif Kholili. Kholili memandang andai Prabowo-Gibran menjadi pemenang Pemilu 2024, dirinya menduga perbaikan nasib guru dan dosen masih jauh panggang dari api. Artinya, perubahan signifikan bisa saja tidak terjadi pada masa pemerintahan Prabowo-Gibran andai mereka jadi presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Prabowo Gibran Junior, Bayi Laki-laki Sumsel Ini Lahir Saat Coblosan Pemilu
“Coba lihat bagaimana pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya memperhatikan kesejahteraan pendidik dengan keluarnya Undang-Undang 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ada sertifikasi sehingga dapat menunjang kesejahteraan pendidik,” kata Kholili, Jumat (16/02/2024).
Kholili melanjutkan, pada masa pemerintahan SBY, kenaikan gaji pendidik rutin diberikan setiap tahun. Kenaikan tersebut tidak pernah kurang dari 5% setiap tahun. Beda dengan frekuensi Presiden Jokowi menaikkan gaji pendidik yang terbilang jarang.
“Kami mencatat setidaknya pada 2015, lalu 2019, dan 2024 ini. Jadi, ada 3 kali kenaikan dari dua kali periode masa jabatan presiden. Bahkan, kenaikan tersebut hanya untuk pegawai negeri sipil (PNS) saja,” ujar Kholili.
Dia juga menyoroti berbagai mekanisme yang berlaku di zaman Presiden Jokowi dipandang tidak memperhatikan masa abdi pendidik.
“Banyak pendidik yang sudah puluhan tahun mengajar tidak juga diangkat menjadi PNS. Tentunya mereka yang sudah puluhan tahun mengabdi bisa menjadi perhatian,” tambahnya.
Selain itu, Kholili menengarai nasib guru dan dosen tidak bakal membaik bila Prabowo-Gibran menjabat. Sebab, proses majunya pasangan calon ini dipandang memiliki kecacatan moral. Hal ini dimulai sejak keluarnya aturan yang memungkinkan Prabowo menggandeng Gibran sebagai calon wakil presiden.
“Selain itu, bisa disaksikan bagaimana calon pemimpin bangsa menyepelekan soal etika. Bisa ditelusuri seorang calon presiden malah berkata ‘Ndasmu Etik’. Artinya, itu ungkapan kejengkelan seseorang yang keluar dari apa yang dia pikirkan,” beber Kholili.
Writer: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Dwi Lindawati