SURABAYA, Tugujatim.id – Melanjutkan agenda rilis hasil survei kekerasan seksual pada kalangan jurnalis yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada Sabtu (16/01/2021) di channel YouTube AJI Jakarta. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Widiyatmika pun ikut menanggapinya jika dari 34 jurnalis, 25 orang di antaranya sudah mengaku memperoleh kekerasan seksual, padahal 1 orang saja sudah terhitung banyak.
“Banyak cerita dari wartawan mengenai ini, belum pernah terkonfirmasi. Saya setuju dengan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nenden Arum jika satu kasus saja sudah lebih dari yang seharusnya. Kami tidak perlu lihat jumlah koresponden dari survei itu. Tapi, siapa pun yang menjadi korban bisa melapor. Ada 25 orang yang pernah mengaku mengalami kekerasan seksual. Padahal ada satu korban saja, itu sudah berlebihan,” jelas Wahyu.
Nah, kasus kekerasan seksual bisa juga terjadi di perusahaan tempat mereka bekerja, banyak wartawan yang melakukan dengan sadar atau tidak sadar. Wahyu mengatakan, temuan survei AJI Jakarta tersebut ialah hal yang mengejutkan dan memprihatinkan.
“Saya ingin menggarisbawahi, semua ini sangat penting. Semoga bisa digambarkan oleh teman-teman. Kami mulai dari sosialisasi pada publik (untuk mengenalkan kasus ini, red), kemudian saya hitung ada kekerasan yang terjadi di kantor media. Temuan ini mengejutkan dan memprihatinkan. Dari 39 kasus, 23 kasus terjadi di kantor media dan di lapangan,” lanjut delegasi dari AMSI pada pewarta Tugu Jatim melalui channel YouTube AJI Jakarta.
Wahyu melanjutkan bahwa ada 21 pelaku dari pihak narasumber yang melakukan kekerasan seksual pada jurnalis perempuan saat menjalankan tugas liputan. Sedangkan ada 30 wartawan melakukan kekerasan seksual pada sesama wartawan. Menurut Wahyu, problem ini sebenarnya ada di dalam tubuh perusahaan media sendiri.
“Di situ juga pelakunya ada 21 dari narasumber, sedangkan 30 dari wartawan. Fakta ini menunjukkan bahwa problemnya ada di organisasi kita, redaksi, pelakunya juga wartawan. Saya pikir itu temuan yang perlu digarisbawahi,” ujarnya.
Tidak sedikit korban yang takut melaporkan kekerasan seksual pada lembaga yang bisa mendampingi. Ada juga yang merasa malu karena dianggap sebagai privasi. Wahyu merasa hasil survei yang dilakukan AJI Jakarta menjadi tamparan dan pukulan keras pada perusahaan media sehingga perlu membuat SOP penanganan kasus kekerasan seksual.
“Banyak yang takut untuk melapor, malu, atau merasa tidak ada gunanya melapor. Dari sekian kasus, ada 19 orang yang tidak berani melapor. Sekali lagi, problemnya ada di komunitas dan perusahaan, ekosistem jurnalistik sendiri. Ini adalah pukulan dan tamparan untuk wajah kita sendiri,” jelas Wahyu.
Sebagai informasi, menurut data Divisi Gender AJI Jakarta, ada 13 pelaku kekerasan seksual dari kalangan pejabat publik, 8 orang dari narasumber non-pejabat publik, 9 orang dari atasan di kantor, 10 orang yang merupakan teman sekantor, 11 orang sesama jurnalis beda kantor, dan sebagainya. (Rangga Aji/ln)