MALANG, Tugujatim.id – Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan sedikitnya 125 orang menuai kecaman dari banyak pihak. Paling keras, kecaman itu datang dari Aremania yang merasa menjadi korban dari kesewenang-wenangan aparat.
Salah satu pentolan Aremania, Ghazali (48) yang telah 35 tahun menjadi Aremania, mengatakan bahwa kejadian kali ini paling memilukan. Berikut pernyataan lengkap salah satu Koordinator Lapangan (Korlap) Aremania dan juga ketua Koordinator Wilayah (Wilayah) Klayatan, Kota Malang ini:
Saya sebagai Aremania mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh aparat terhadap suporter Aremania. Saya berharap tim investigasi mengusut tuntas kejadian ini. Termasuk, mengutuk dari mana perintah penembakan gas air mata itu pertama kali muncul.
Yang memerintah ditembakannya gas air mata, harus bertanggungjawab. Tidak mungkin tidak ada yang memerintah. Usut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Waktu kejadian saya berada di lokasi, di tribun VIP bagian selatan. Cukup dekat dengan kejadian ini. Waktu itu memang ada Aremania turun ke lapangan, tapi mereka sebenarnya tidak untuk kisruh karena pemain Persebaya sudah masuk ruang ganti semua. Aremania ini ingin menyampaikan protes dan memberi semangat kepada para pemain Arema FC.
Tapi, para aparat salah tafsir dan salah mengartikan. Disangka Aremania mau menyerang mereka. Aparat lalu menembakan gas air mata. Ada yang dipukul dan ditendang. Kita bukan Maling, Pak! Kok sampai dipukul dan ditendang. Yang paling parah tentu saja penembakan gas air mata itu, yang ditembakan langsung pada kerumunan suporter yang berada di atas tribun. Seharusnya aparat lebih persuasif, tidak main langsung menembakan gas air mata.
Di luar sana banyak informasi yang berseliweran. Ada yang menyebut suporter menyerang aparat, itu sama sekali tidak benar. Juga tidak benar suporter sedang mabuk. Saya berharap media meluruskan informasi yang simpang siur ini.
Kami meminta semuanya diusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Kami sangat menyesalkan kejadian ini.