SURABAYA, Tugujatim.id – Satu per satu bagian tubuh boneka kayu atau disebut boneka marionette disusun membentuk seperti manusia yang utuh.
Kelas pembuatan boneka marionette ini merupakan salah satu agenda yang digelar oleh Institut Francais Indonesia (IFI) Surabaya di Kopilaborasi, AJBS Ngagel, pada Minggu (25/6/2023).
Dari kepala hingga ujung kaki berbahan kayu yang dibentuk sedemikian rupa diotak-otik oleh delapan anak yang mulai belajar menyusun. Setiap bagian dikaitkan dengan menggunakan kawat tipis, tali karet, dan senar.
Setelah membentuk boneka marionette, anak-anak memilih warna kesukaan untuk dipoles di boneka. Meski tak terlalu rapi, setiap goresan yang dituangkan menjadi bagian dari karakter setiap anak.
“Sebenarnya untuk berkreativitas, mencoba membuat dari bahan-bahan rumah awalnya, terus bisa jadi boneka. Ini bisa menjadi media untuk bercerita, ngarahnya setiap boneka harus punya karakter biar setiap ceritanya bisa tersampaikan,” kata Marionette Artist, Idris Abel, kepada Tugujatim.id, pada Minggu (25/6/2023).
Sesekali anak-anak bertanya, “Ini bagaiamana caranya?”, “Apa seperti ini?”, “Engsel itu apa?”. Pertanyaan menggelitik jika didengar oleh orang dewasa.
Namun tanpa disadari, anak-anak tersebut sedang membangun memori pengetahuan melalui potongan-potongan pertanyaan sederhana yang menjawab keingintahuan mereka.
Usia mereka kira-kira rentang siswa sekolah dasar. Wajar saja, kegiatan belajar sambil bermain menjadi hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Tak ada satu pun anak yang pasif bertanya kepada Idris Abel.
Meski berkali-kali berceletuk “sabar.. sabar..”, dengan telaten ia membantu anak-anak menyelesaikan susunan boneka mariontettenya.
“Harus sabar banget kalau sama anak-anak. Gimana caranya kita bisa mengontrol diri karena anak-anak kan beda, tapi mereka begitu karena pengin tahu jadi bisa ngebangun mereka lebih menyukai kegiatan positif seperti ini,” imbuhnya.
Pagi tadi, pria berambut ikal ini juga sebagai dalang dalam pertunjukan panggung boneka marionette.
“Mendongeng tadi ada beberapa karakter dan cerita. Cerita singkat, bukan durasi panjang, bisa menghibur dan tetap tersampaikan. Menceritakan tentang orang tua dan tukang jamu, jadi kita mengenalkan macam-macam rempah Indonesia. Rempah-rempah ini menyehatkan,” terang pria asal Jakarta tersebut.
Dengan mata yang fokus dan sedikit gelak tawa, suara Idris membawakan cerita tentang penjual jamu dan berhasil tak mengalihkan pandangan anak-anak yang menonton.
“Seru, mereka penasaran. Menyimak, bergembira dengan kejutan-kejutan yang membuat mereka terhibur. Ada pesan-pesan moral tentang kebersihan yang tadi sampaikan,” ujarnya.
Dilihat dari nama dan bentuknya, boneka marionette memang bukan mainan asli Indonesia. Boneka yang dikendalikan manusia dari atas melalui kabel atau senang bergantung pada variasi daerah ini lahir dari Ceko.
Kendati demikian, pria yang bergelut dengan dunia anak-anak sejak 2018 ini menerangkan bahwa untuk mengedukasi anak-anak menggunakan boneka, nampaknya latar belakang sejarah tidak terlalu menjadi persoalan yang perlu dikhawatirkan.
“Sebenarnya setiap negara punya boneka-boneka dengan karakter yang khas seperti Indonesia Si Unyil. Tapi kalau tujuannya untuk edukasi terhadap anak-anak dan membangun kreativitas mereka, boneka ini fungsinya sebagai media yang disenangi dan diterima sama anak-anak,” jelasnya.
Justru yang lebih dipentingkan adalah bagaimana membangun karakter anak dengan tanpa terpengaruh oleh gadget. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi kian maju, permainan tradisional dan karya seni sebagi media pembelajaran tidak patut untuk disingkirkan.
“Sekarang semuanya serba digital. Kadang saya ingin daripada anak-anak terlalu fokus sama gadget, lebih anak-anak diarahkan ke kegiatan yang membangun kretivitas mereka. Mereka bisa belajar dan mendapat ilmu yang lebih bermanfaat,” pungkasnya menutup obrolan sore ini.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti