SUMENEP, Tugujatim.id – Penetapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 18 Tahun 2021 disambut antusias oleh para nelayan tradisional kepulauan Masalembu, Kabupaten Sumenep. Pasalnya, melarang kembali penggunaan alat tangkap cantrang di perairan laut Indonesia.
Sejumlah nelayan tradisional yang tergabung dalam PNM (Persatuan Nelayan Masalembu) melakukan pawai untuk memberikan woro-woro atau menginformasikan kabar penting ini pada Rabu (3/8/2021).
Permen KP No. 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan, resmi ditetapkan pemerintah pada 18 Juni 2021.
Tina’ie Hasyim, ketua PNM, menyatakan bahwa setelah pihaknya mempelajari kebijakan tersebut rupanya terbilang memberi perhatian yang penting bagi keberadaan nelayan tradisional di daerah, termasuk di kepulauan Masalembu.
“Setelah kami baca di dalamnya memuat keputusan bahwa cantrang atau kardan secara resmi atau sah dilarang diseluruh perairan laut Indonesia, termasuk diperairan kepulauan Masalembu. Ini sangat penting bagi kami, karena selama ini operasi cantrang sangat merugikan kami,” kata pria asli Masalembu tersebut.
Pelarangan cantrang ini, menurut H. Tina’ie sebagaimana terdapat pada ayat 3 pasal 7 bab III Permen KP. No. 18 Tahun 2021, di mana dalam pasal tersebut mengatakan bahwa cantang termasuk alat yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan yang dilarang.
Tina’ie, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa lahirnya peraturan yang baru ini tidak terlepas dari perjuangan para nelayan tradisional, termasuk nelayan dari Masalembu yang tergabung dalam PNM. Selama ini pihaknya sering kali melakukan aksi penolakan atas kebijakan pemberlakuan cantrang.
Seperti misalnya pada tanggal 28 Februari 2021 lalu, PNM menggelar pawai laut untuk menolak keberadaan cantrang di kepulauan Masalembu.
“Selama ini kami meminta dan mendesak pemerintah untuk merevisi peraturan sebelumnya, yaitu Permen KP no. 59 Tahun 2020 yang memperbolehkan alat tangkap cantrang, untuk mengeluarkan alat tangkap Cantrang dari alat tangkap yang diperbolehkan,” lanjutnya.
Dengan kabar gembira ini, PNM lalu melakukan sosialisasi menggunakan pengeras suara bekeliling Masalembu dengan mobil pick up. Hal ini dilakukan agar semua pihak memahami dan mengerti peraturan yang baru ini, lebih-lebih para penegak hukum agar tidak ragu untuk menegakkan peraturan yang berlaku.
Di tempat terpisah Moh. Zehri, ketua kelompok nelayan Rawatan Samudra, mengatakan bahwa unsur-unsur pemerintah di kepulauan Masalembu dari tingkat desa, camat, dan penegak hukum lainnya agar menindak tegas apabila masih ada cantrang yang beroperasi di perairan Masalembu.
“Kami meminta pemerintah diwilayah kecamatan Masalembu untuk mensosialisasikan aturan yang terbaru kepada Masyarakat, serta bersinergi bersama untuk terus mengawal peraturan ini demi kesejahteraan Nelayan,” kata dia.
Terlebih, para nelayan tradisional di daerah tersebut masih sering kali melihat cantrang beroperasi. Padahal peraturannya sudah sangat jelas. Moh. Zehri mengkhawatirkan jika peraturan baru ini tidak ditegakkan oleh penegak hukum maka akan mengganggu kesejahteraan masyarakat Masalembu. Dan jika ini terus dibiarkan bukan tidak mungkin akan terjadi konflik laut lagi antara nelayan rantau dan nelayan tradisional Masalembu.
“Jika produk hukumnya ada, tapi penegakan hukumnya lemah baik ditingkat pemerintah dan aparat penegak hukum, maka kesejahteraan jauh dari harapan. Konflik atau bentrok bukan mustahil terjadi jika Pemerintah tidak segera merespon dengan cepat dan bijak,” lanjut pria asal desa Sukajeruk itu.
Perlu diketahui bahwa Permen KP No. 18 Tahun 2021 merupakan perubahan atas Permen KP. No. 59 Tahun 2020 yang disahkan oleh Edy Prabowo saat menjadi menteri Perikanan dan Kelautan. Jika pada Permen KP No. 59 Tahun 2020 mengeluarkan alat tangkap cantrang dari alat yang dilarang di wilayah tertentu, maka Permen KP No. 18 Tahun 2021 kembali meralarang cantrang di perairan laut Indonesia.